Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengaitkan kalimat ‘azîzun ‘alahi mâ ‘anittum dengan dua hadits: “Aku (Muhammad saw) diutus untuk membawa agama yang lurus dan toleran. "Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah kemudahan.”
Dengan bahasa lain, Rasulullah samasekali tak menghendaki adanya hal-hal yang menyulitkan umatnya, bahkan untuk urusan ibadah sekalipun.
Sebagai contoh, tentang shalat tahajud yang Nabi laksanakan tiap malam secara istikamah di masjid. Begitu tahu sahabat-sahabatnya berbondong-bondong meneladani rutinitasnya, Rasulullah beberapa hari kemudian tak pergi ke masjid. Alasan beliau, tak ingin memberi kesan bahwa shalat tahajud wajib sehingga bakal memberatkan umatnya di kemudian hari.
Rasulullah juga pernah menegur sahabatnya, Mu’adz, yang membaca bacaan terlalu panjang saat memimpin shalat berjamaah. Menurut Nabi, seorang imam harus mempertimbangkan makmumnya yang mungkin terdiri dari orang tua dan orang-orang yang mempunyai keperluan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Yang ketiga, Nabi juga merupakan sosok yang sangat menginginkan keselamatan dan kebahagiaan bagi umatnya. Ibu Katsir saat menerangkan "harîshun ‘alaikum" menghubungkannya dengan hidayah dan kemaslahatan bagi umatnya baik di dunia maupun di akhirat. Beliau mendorong adanya proses kesadaran ilahiyah dalam setiap embusan nafas manusia, juga tersingkirnya mudarat atau kerugian bukan hanya secara duniawi tapi juga ukhrawi. Keempat, ayat tersebut menegaskan tentang sifat Nabi yang raûf (welas asih) lagi rahîm (penyayang) kepada umatnya.
Kita tahu bahwa dua sifat itu adalah bagian dari 99 asmaul husna. Ini sekaligus menunjukkan keistimewaan derajat Nabi Muhammad. Dua nama indah Allah dilekatkan pada diri beliau. Rahmat atau kasih sayang tersebut mewujud dalam karakter kepemimpinan Rasulullah yang tidak kasar menghadapi masyarakat.
Beliau juga gemar memaafkan dan memohonkan ampun ketika umatnya berlaku salah, bersedia bermusyawarah, dan bertawakal kala tekad sudah bulat.
Seperti yang dituturkan Al-Qur’an: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159)
Demikian khutbah Jumat yang singkat ini. Semoga kita, lebih-lebih calon-calon pemimpin bangsa mampu meneladani betul karakter dan pola kepemimpinan Rasulullah saw. Amin ya rabbal alamin. (**)