Oleh : Ustaz Salimudin, M.Pd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Takwa menjadi bagian terpenting bagi manusia di muka bumi ini. Dengan takwa kita dapat meniti kehidupan yang fana ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt, sehingga kita mendapatkan pertolongan dan kasih sayang-Nya.
Selanjutnya, saat harus kembali kepada-Nya, kita sudah punya bekal yang cukup untuk menggapai kebahagiaan yang abadi kelak. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama tidak berhenti berikhtiar meningkatkan kualitas takwa kepada Allah swt dari setiap waktu yang kita lewati.
Takwa berarti menjalankan perintah-perintah Allah swt dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Khatib juga mengajak kepada jamaah Jumat untuk tidak abai dalam bersyukur atas nikmat yang telah Allah swt berikan kepada kita semua. Kita berangkat melaksanakan shalat Jumat ini adalah bagian dari nikmat Allah yang mesti disyukuri.
Sejumlah nikmat telah Allah berikan sekaligus. Di samping nikmat sehat dan sempat, juga kemurahan hati memenuhi panggilan Allah menunaikan shalat Jumat adalah nikmat yang tak kalah penting yang harus kita syukuri. Alhamdulillahirobbil alamin, Allah swt masih menuntun hati kita kepada jalan kebaikan.
Shalawat dan salam marilah senantiasa hadiahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki hak syafaat bagi umatnya. Seraya berharap, kita juga menjadi bagian dari umat beliau yang mendapatkan syafaat itu kelak di hari akhir. Amin. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Saat ini kita sedang berada di masa-masa pemilihan umum (Pemilu). Saatnya kita berpartisipasi aktif menyukseskan Pemilu dan memastikan hak suara kita tersalurkan kepada pilihan pemimpin yang terbaik.
Kita tidak perlu memaksakan pilihan harus sama dengan yang lainnya, juga tidak perlu memaksakan orang lain harus sama dengan pilihan kita. Semuanya punya hak dan pilihan masing-masing. Prinsipnya adalah Pemilu tidak boleh merusak persatuan, persaudaraan, dan kerukunan di antara sesama anak bangsa. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Pemilu identik dengan menentukan pimpinan.
Cerminan kepemimpinan ideal dalam sejarah Islam tentu tertuju kepada apa yang telah dicontohkan Baginda Nabi Muhammad saw.
Pada surat Surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan nilai-nilai kepemimpinan yang menjadi keseharian Rasulullah SAW “Maka sebab rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah-lembut kepada mereka. Seandainya engkau bersikap kasar (dalam ucapan dan perbuatan), mereka pasti pergi meninggalkanmu (tidak mau berdekatan denganmu). Maafkanlah mereka. Mohonkan ampun lah untuk mereka. Ajaklah mereka bermusyawarah (mendengarkan aspirasi mereka) dalam segala perkara (yang akan dikerjakan). Jika engkau sudah berketetapan hati, tawakal-lah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang tawakal,” (Surat Ali Imran ayat 159).
Ayat itu mengurai dengan tegas bahwa cara Rasulullah dalam memimpin sungguh mulia. Beberapa karakter yang terekam dalam ayat itu adalah, pertama, lemah-lembut. Kedua, tidak kasar (tidak bengis), baik dalam ucapan atau perbuatan. Ketiga, siap memaafkan kesalahan orang lain. Keempat, selalu memohonkan ampunan untuk rakyatnya yang berbuat dosa. Kelima, siap mendengarkan aspirasi rakyat (demokratis).
Keenam, memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan tugas yang diembankan. Ketujuh, selalu tawakal kepada Allah. Semua itu adalah karakter yang dilakukan Nabi dan masih sangat relevan untuk diteladani oleh pemimpin-pemimpin hari ini.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Pada aspek lain, diurai Al-Qur'an pada surat at-Taubah ayat 128 yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, tak tahan melihat penderitaan kalian, sangat menginginkan (keselamatan dan kebahagiaan) atas kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS at-Taubah: 128)
Ayat ini setidaknya mengungkap empat hal. Pertama, Allah menurunkan risalah melalui kepada umat manusia melalui sosok mulia yang juga manusia, bukan jin ataupun malaikat yang sukar dijangkau.
Hal ini mengandung hikmah untuk memudahkan umat manusia dalam meneladani sosoknya. Nabi Muhammad saw adalah figur yang sangat dekat dengan umatnya, memahami dan sanggup berkomunikasi (berbahasa) secara baik dengan sasaran dakwahnya.
Kedua, Rasulullah memiliki empati yang amat tinggi terhadap penderitaan umatnya. Beliau memberi teladan kepemimpinan yang tidak memberatkan.