Dokumen Tanah Jenis Ini Tidak Berlaku Lagi, Segera Datang Ke BPN dan Urus Sertifikat

Jumat 01 Nov 2024 - 10:21 WIB
Reporter : sahri senadi
Editor : sahri senadi

radarselatan.bacakoran.co - Belakangan ini beredar kabar bukti dokumen kepemilikan tanah jaman dahulu seperti tanah petuk Pajak Bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kekitir, dan Verponding Indonesia tidak berlaku sebagai bukti kepemilikan tanah mulai tahun 2026.

Masyarakat yang memiliki bukti kepemilikan tanah jaman dahulu ini disarankan segera datang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk megurus sertifikat lahan sebagai bukti kepemilikan yang sah.

BACA JUGA:Belum Banyak Yang Tahu, Ternyata Terlalu Sering Konsumsi Ikan Asap Tidak Baik Untuk Kesehatan, Ini Alasannya

Bukti kepemilikan lahan yang sudah lawas itu tidak bisa dijadikan lagi sebagai dokumen kepemilikan yang sah, namun hanya bisa dijadikan dasar atau petunjuk untuk mengurus sertifikat di BPN.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa bukti tanah adat hanya berfungsi sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, tidak sebagai bukti kepemilikan.

BACA JUGA:Kuota Sertifikat PTSL Untuk Seluma Tahun Depan Tetap Sama

Mengacu pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 16 Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa dokumen tanah adat tersebut tidak berlaku setelah lima tahun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.

Namun masyarakat masih dapat mendaftarkan tanah adat melalui mekanisme pengakuan hak dengan melengkapi persyaratan tertentu.

BACA JUGA:2.750 Persil Sertifikat Tanah Dibagikan Gratis Untuk Warga Kaur

Masyarakat diingatkan segera meningkatkan dokumen kepemilikan tanah mereka menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) demi keamanan aset.

Sertifikat Hak Milik, telah diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah sejak terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria dan diperkuat oleh berbagai peraturan lainnya.

BACA JUGA:365 Produk UMKM Sudah Kantongi Sertifikat Halal

Saat ini, pemerintah juga tengah mengimplementasikan sertifikat elektronik untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi risiko pemalsuan.


Berikut ini adalah jenis domumen kepemilikan tanah jaman dahulu yang sudah tidak berlaku lagi dan harus diganti dengan sertifikat hak milik (SHM):

1. Girik

Girik adalah surat tanah yang digunakan untuk keperluan perpajakan.

Hanya saja, sebagian masyarakat menganggap surat ini sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

Tanah dengan surat tersebut, lazim dikenal dengan istilah tanah girik, atau tanah tanpa sertifikat resmi.

Tanah girik biasanya didapatkan secara turun-temurun atau warisan.

Namun, tidak sedikit pula yang diperoleh dari transaksi jual-beli.

Karena statusnya sebagai surat pertanahan untuk keperluan perpajakan, pemilik tanah ini tetap diwajibkan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

BACA JUGA:BPN Seluma Salurkan 1.600 Percil Sertifikat PTSL

2. Letter C

Letter C adalah dokumen tanah tradisional yang ada sejak zaman kolonial Belanda.

Dokumen ini dijadikan sebagai catatan perpajakan dan keterangan identitas atas tanah.

Letter C tanah dibuat oleh perangkat desa atau kelurahan setempat.

Statusnya sama dengan tanah girik, yaitu surat tanah jaman dulu.

Karena itu, jika ditanya apakah Letter C merupakan bukti kepemilikan tanah, maka jawabannya tidak.

Seperti ditegaskan di atas, bukti kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang sah sesuai hukum Indonesia hanyalah sertifikat.

Namun, dokumen ini masih bisa digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah dalam transaksi jual-beli.

Selain status hukumnya yang lemah, kekurangan lain dari letter C tanah adalah datanya yang dianggap tidak lengkap dan akurat.

Pasalnya, pemeriksaan surat ini cenderung dilakukan asal-asalan.

Surat keterangan kepemilikan tanah ini tidak diberikan langsung kepada masyarakat, karena statusnya sebagai catatan pertanahanan desa atau kelurahan.

Karena itu, surat letter C asli atas tanah tersebut disimpan di kantor desa atau kelurahan setempat.

Adapun yang diberikan kepada masyarakat atau pemilik tanah adalah kutipan dari surat letter C dengan bentuk surat girik.

BACA JUGA:Cegah Pungutan Liar, Polisi Pantau Program Pembuatan Sertifikat Gratis, Ada Oknum Bermain Tindak

3. Petok D

Surat keterangan kepemilikan tanah ini biasanya dibuat oleh kepala desa dan camat setempat.

Di masa lalu, tepatnya sebelum UUPA disahkan, petok D menjadi alat bukti kepemilikan tanah yang setara dengan sertifikat.

Karena itu, statusnya juga surat tanah jaman dulu.

Namun, setelah terbitnya UUPA, fungsi surat tanah tradisional ini berubah menjadi bukti pembayaran pajak tanah.

Adapun dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.2/1962, disebutkan;

“Petok D adalah bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah secara yuridis, yaitu sertifikat hak milik (SHM).”

Sekilas, petok D ini mirip dengan surat letter C, tetapi secara status dan fungsi kedua dokumen tersebut sejatinya berbeda.

Perbedaan letter C dan petok D paling kentara bisa dilihat dari statusnya.

Letter C adalah buku register pertanahan, sementara petok D merupakan surat yang menunjukkan alas hak atas tanah tersebut.

BACA JUGA:105 Pemilik Lahan Perkebunan Terima Sertifikat Tanah PTSL Tahun 2023

4. Surat Hijau

ebagian besar masyarakat Indonesia mungkin asing dengan istilah “Surat Hijau” atau “Surat Ijo.”

Maklum, karena surat ini sejatinya hanya berlaku di Kota Surabaya.

Surat Ijo adalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan kepada orang yang menyewa lahan milik pemerintah kota.

Alasan dokumen ini dikenal sebagai “surat ijo” adalah karena blangko surat tersebut berwarna hijau.

Surat ijo dapat diperpanjang selama tanah yang disewakan tidak digunakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

BACA JUGA:2025 Program Sertifikat PTSL Ditargetkan Tuntas

5. Pipil Tanah

Selain girik dan petok D, ada pula surat pipil yang dikenal sebagai salah satu dokumen legalitas pertanahan tradisional selain sertifikat.

Sejatinya, pipil tanah adalah Surat Tanda Pembayaran Pajak sebelum tahun 1960, atau sebelum terbitnya UUPA.

Pipil tanah cukup populer di Bali, karena dokumen ini dianggap sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah adat oleh masyarakat sekitar.

Namun, sama halnya dengan girik dan petok D, saat ini status pipil berubah menjadi surat tanah tradisional informal yang harus dikonversi menjadi SHM atau SHGB.  

BACA JUGA:Tuntas, PTSL Terbitkan 1500 Sertifikat Tanah

6. Rincik

urat tradisional lain yang dianggap sebagai tanda kepemilikan tanah adalah rincik.

Rincik sejatinya merupakan Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia yang ada sebelum tahun 1960.

Surat tanah jaman dulu ini cukup populer di sejumlah daerah, salah satunya Makassar.

Dokumen ini dianggap sebagai bukti penguasaan dan penggunaan tanah adat.

BACA JUGA:BPN Sosialisasi Sertifikat Elektronik

7. Eigendom Verponding

Pada zaman kolonial Belanda, hak kepemilikan atas tanah dikenal dengan istilah eigendom.

Hak tersebut dibedakan dalam dua jenis, yaitu eigendom biasa dan eigendom verponding.

Eigendom biasa adalah hak kepemilikan tanah yang diberikan kepada orang Eropa dan Timur Asing.

Adapun untuk orang pribumi, hak milik atas tanahnya berupa agrarische eigendom.

Eigendom verponding adalah hak kepemilikan tanah yang bisa dibuktikan dengan surat tagihan pajak.

Pasalnya, verponding adalah surat tagihan pajak tanah dan/atau bangunan pada zaman Hindia Belanda.

Verponding sejatinya masih digunakan hingga saat ini, tetapi berubah istilah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

Selain eigendom, ada pula beberapa hak kepemilikan tanah di zaman Belanda seperti grondkaart, erfpacht, opstaal, dan vruchtgebruik.

Meski berstatus produk lawas, nyatanya masih ada sejumlah perjanjian jual-beli tanah yang menggunakan eigendom sebagai bukti kepemilikan.

BACA JUGA:BPN Serahkan 200 Sertifikat Kepada Warga

8. Tupi Tanah

Sebagian dari Anda mungkin asing dengan istilah tupi tanah.

Namun, tupi tanah sejatinya dimiliki oleh semua pemilik tanah maupun bangunan.

Tupi tanah adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).  

Banyak orang yang menganggap bahwa tupi tanah adalah bukti kepemilikan tanah.

Pasalnya, melalui dokumen ini mereka dikenakan pajak atas kepemilikan tanah.

Namun, seperti yang telah disebutkan, sesuai UUPA, tupi tanah juga tidak tergolong sebagai bukti kepemilikan properti yang sah. (**)

(**)

Kategori :