radarselatan.bacakoran.co - Sejak pertengahan tahun 2024 lalu harga getah karet alam naik drastis. Kenaikan ini mencapai level tertinggi dan memecahkan rekor harga tertinggi sejak 13 tahun lalu atau tahun 2011.
Mirisnya, ditengah fenomena kenaikan harga getah karet ini, para petani karet di Indonesia khususnya di Provinsi Bengkulu tangis diam.
Karena sebagian besar kebun karet masyarakat sudah ditebang dan diganti dengan jenis tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa sawit dan kopi.
BACA JUGA:Musim Hujan, Penghasilan Petani Karet di Seluma Menurun
Para petani di Bengkulu tidak sabar menunggu harga getah karet yang terpuruk cukup lama. Sehingga petani berspekulasi menebang pohon karetnya dan menanam kelapa sawit yang dianggap lebih jelas prosfeknya.
Namun saat ini harga karet dunia kembali bangkit.
Berdasarkan data Refinitiv harga karet alam di pasar Osaka, Jepang pada kontrak enam bulan mencapai harga tertinggi sejak 13 tahun lalu pada 2 Oktober 2024 di JPY 412,9 per ton.
Indonesia menjadi salah satu negara yang diuntungkan karena kenaikan harga karet sebab merupakan salah satu produsen terbesar penghasil karet di dunia.
BACA JUGA:Harga Kopi di Seluma Naik Lagi, Tapi Harga Karet Turun
Berdasarkan data Statista, Indonesia memproduksi 2,65 juta ton karet alam pada 2023 dan menempati urutan kedua terbesar di dunia setelah Thailand.
Harga karet alam di pasar Jepang menguat karena Curah hujan monsun berlebihan setelah kekeringan di Thailand, produsen karet terbesar dunia, dan kerusakan akibat topan di Tiongkok, penghasil karet terbesar kelima, menurunkan produksi bahan pembuat ban ini, mengurangi prospek produksi dan mendorong harga ke level tertinggi dalam 13 tahun.
Produksi karet alam, yang sebagian besar dihasilkan di Asia, diperkirakan akan turun hingga 4,5% pada 2024 menjadi sekitar 14 juta metrik ton, menurut perkiraan dari empat analis dan pedagang.
BACA JUGA:Kabar Gembira Bagi Petani Kopi Nusantara, Harga Kopi Tetap Mahal Hingga Tahun Depan
Ekspektasi penurunan produksi telah mendorong harga karet naik lebih dari 50% tahun ini, menjadikannya salah satu komoditas dengan kinerja terbaik di 2024.
Harga karet fisik juga naik seiring pasar berjangka, dengan karet blok ekspor Thailand, yang merupakan standar, naik lebih dari 31% sejak awal tahun, menurut data dari Helixtap Technologies.
Tanaman karet biasanya mengalami musim gugur produksi dari Februari hingga Mei, sebelum musim panen puncak yang berlangsung hingga September.
BACA JUGA:Berapa Lama Harga Kopi Bertahan Mahal, Petani Kopi Indonesia Mulai Ketar Ketir, Ini Prediksinya
Namun, suhu ekstrem sekitar 40 derajat Celsius pada kuartal pertama tahun ini mungkin menyebabkan musim gugur yang lebih lama, karena pohon karet bisa mengalami pertumbuhan terhambat dalam kondisi panas ekstrem, ujar Farah Miller, pendiri perusahaan data karet Helixtap di Singapura.
Gelombang panas ini kemudian diikuti oleh hujan lebat dan banjir di wilayah penghasil karet di Thailand dalam beberapa bulan terakhir.
Akibatnya, produksi di Thailand, yang menyumbang sekitar sepertiga produksi global, diperkirakan turun 10% hingga 15%, menurut Helixtap.
Dengan musim panen puncak tahun ini terganggu oleh jumlah hari hujan dan banjir yang sangat tinggi, tanaman karet mungkin juga mengalami kerusakan akibat penyakit daun.
BACA JUGA:Meroket, Harga Sawit di Seluma Tembus Rp 2.900/Kilogram
Dimemperkirakan produksi karet global pada 2024 kemungkinan tidak akan memenuhi konsumsi, dengan kekurangan sekitar 1,2 juta metrik ton.
Badai terkuat di Asia tahun ini, memperparah tekanan pasokan, menghantam wilayah penghasil karet utama di Hainan, Tiongkok, dan merusak 16.000 hektar pohon karet, atau 2,1% dari total area karet di Tiongkok, menurut perkiraan WhatNext Rubber.
Kondisi ini membuat beberapa pihak memprediksi harga getah karett dunia akan bertahan di level tertnggi sepanjang tahun 2025. (**)