Ratusan Produk Hukum Daerah Soal Pengakuan Masyarakat Adat Tak Berfungsi
Ratusan Produk Hukum Daerah Soal Pengakuan Masyarakat Adat Tak Berfungsi-Istimewa-radarselatan.bacakoran.co
radarselatan.bacakoran.co, BENGKULU - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat, sebanyak 350 produk hukum daerah dalam bentuk Peraturan Daerah atau Surat Keputusan tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat di Indonesia belum memberikaan manfaat kepada masyarakat adat, termasuk di Bengkulu.
Sekretaris Jenderal Rukka Sombolinggi mengatakan, sejak terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan, masyarakat adat memiliki hak atas wilayah adat dan hutan adat. Dalam turunannya, setiap daerah mesti memberikan payung hukum untuk mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adatnya.
BACA JUGA:Perusahaan Diingatkan Patuhi Ketetapan Harga TBS, Yang Melanggar Disanksi
"Ratusan produk hukum daerah ini tak berfungsi dan bahkan disangkal oleh undang-undang," kata Rukka, Senin (14/4).
Rukka mengatakan, untuk membantu kerja negara AMAN menyiapkan seluruh dokumen terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Mulai dari data komunitas adat, peta wilayah adat, sampai dengan seluruh data potensi yang dimiliki oleh masyarakat adat.
BACA JUGA:Jembatan Cinto Mandi Terancam Putus, Masyarakat Bingung Kemana Minta Bantuan?
"Perda-perda yang memayungi masyarakat adat, tak pernah difungsikan dan dijadikan alat untuk melindungi masyarakat adat," kata Rukka.
Rukka menyebut, fakta menujukkan bahwa meski di beberapa tempat sudah memiliki payung pengakuan dan perlindungin masyarakat adat. Sebanyak 11,7 juta hektare wilayah adat justru hilang. Belum soal kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Catatan AMAN sepanjang tahun 2024 saja, setidaknya telah terjadi 121 kasus kriminalisasi.
BACA JUGA:Ditahan Di Rutan, Rohidin Siap Beberkan Fakta, Sidang Perdana Digelar 21 April
"Tahun 2025, sampai Maret ini, sudah ada 113 kasus kriminalisasi. Jadi situasi makin memburuk," kata Rukka.
Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi mengatakan, situasi ini telah dirasakan oleh komunitas adat di Bengkulu. Dari tiga kabupaten yakni Lebong, Rejang Lebong dan Seluma, yang telah memiliki perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Namun praktik kriminalisasi serta pengusiran terhadap masyarakat adat masih saja terjadi.
BACA JUGA:Sepeda Motor Terjun di Jembatan Mertam, Mulyono Meninggal Dunia
"Di Seluma contohnya. Peta wilayah adat ada, dan sudah diakui perda, tapi komunitas adat di sini malah dituduh mencuri di atas tanahnya sendiri," kata Fahmi.
Untuk itu pihaknya percepatan pengesahan UU Masyarakat Adat bisa segera terealisasi. Sebab, tanpa payung yang lebih tinggi, maka produk hukum daerah yang memayungi masyarakat adat jadi tidak berguna.