Oleh : Guswarli Efendi, M.Pd.I
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin yang berbahagia, Sabar adalah adat kebiasaan para nabi dan rasul. Sabar adalah permata yang menghiasi kehidupan para wali.
Sabar adalah mutiara bagi orang-orang shalih. Sabar adalah cahaya penerang bagi siapa pun yang menapaki jalan menuju kebahagiaan abadi di akhirat
Menurut Imam al-Ghazali, kata sabar dan berbagai kata turunannya disebutkan di lebih dari tujuh puluh tempat dalam Al-Qur’an.
Di antaranya adalah firman Allah ta’ala, artinya: ... Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, (QS an-Nahl: 96).
Juga firman Allah ta’ala, artinya: Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu, (QS ar-Ra’d: 24).
Hadirin rahimakumullah, seseorang yang memiliki sifat sabar bukan berarti ia pengecut, putus asa dan lemah dalam berucap, bertindak, dan mengambil keputusan.
Sabar hakikatnya adalah menahan diri dan memaksanya untuk menanggung sesuatu yang tidak disukainya, dan berpisah dengan sesuatu yang disenanginya.
Sabar yang merupakan salah satu kewajiban hati ada tiga macam, yaitu: Pertama, sabar dalam menjalankan ketaatan yang Allah wajibkan. Pada pagi hari yang suhu udarannya sangat dingin, misalkan, kita harus sabar dalam melaksanakan perintah Allah.
Kita paksa diri kita untuk menahan dinginnya udara guna mengambil air wudhu. Pada pagi hari juga, saat tidur adalah sesuatu yang disenangi nafsu kita, kita tahan keinginan nafsu itu, dan kita paksa diri kita untuk menjalankan ibadah shalat Subuh.
Kita lakukan itu semua semata-mata mengharap ridha Allah ta’ala. Inilah yang disebut dengan sabar dalam menjalankan ketaatan yang diwajibkan oleh Allah ta’ala.
Kedua, sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala yang Allah haramkan. Nafsu manusia pada umumnya menyenangi hal-hal yang dilarang oleh Allah. Barang siapa yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan dengan niat memenuhi perintah Allah, maka pahalanya sangat agung.
Para ulama mengatakan bahwa meninggalkan satu kemaksiatan lebih utama daripada melakukan seribu kesunnahan. Karena meninggalkan kemaksiatan hukumnya wajib. Sedangkan melakukan kesunnahan hukumnya sunnah.