Tentu yang wajib lebih utama daripada yang sunnah. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa barangsiapa yang menjaga pandangan matanya dari aurat-aurat perempuan yang tidak halal baginya, maka pahalanya lebih besar daripada melakukan seribu rakaat shalat sunnah.
Hal itu dikarenakan sabar dalam meninggalkan perkara haram menuntut perjuangan yang luar biasa berat. Yaitu perjuangan melawan setan yang selalu menghiasi kemaksiatan seakan-akan ia adalah sesuatu yang sangat indah dan mempesona. Dan perjuangan melawan hawa nafsu yang seringkali mengajak manusia tenggelam dalam dosa dan keburukan.
Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa. Musibah jika dihadapi dengan sabar akan meninggikan derajat atau menghapus dosa. Musibah banyak macamnya. Perlakukan buruk orang lain pada kita adalah musibah.
Begitu juga penyakit yang kita derita, kemiskinan, kecelakaan, kemalingan, kehilangan harta benda, kebakaran, dan lain sebagainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa keletihan dan penyakit, kekhawatiran dan kesedihan, gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan dengan sebab itu semua Allah akan menghapus dosa-dosanya.” (HR al-Bukhari).
Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya, (HR al-Bukhari).
Jadi orang yang dikehendaki baik oleh Allah, ia akan ditimpa musibah dan diberi kekuatan oleh Allah untuk bersikap sabar dalam menanggung dan menghadapi musibah yang menimpanya.
Sabar dalam menghadapi musibah artinya musibah yang menimpa tidak menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh Allah.
Seseorang yang ditimpa kemiskinan, misalkan, jika kemiskinan yang menimpanya tidak menyebabkannya mencari harta dengan jalan mencuri, merampok, korupsi dan perbuatan-perbuatan lain yang diharamkan oleh Allah, maka artinya ia telah bersikap sabar dalam menghadapi musibah kemiskinan yang menimpanya.
Musibah yang menimpa, terkadang tidak hanya menyebabkan seseorang melakukan perbuatan haram. Bahkan lebih dari itu, terkadang menjadikannya melakukan atau mengucapkan perkataan yang menjerumuskannya pada kekufuran.
Seperti orang yang ketika anggota keluarganya meninggal dunia, ia mengatakan bahwa Allah zalim, Allah tidak adil, Allah bukan tuhan yang berhak disembah, dan perkataan lain yang membatalkan keislaman dan keimanannya. Na’udzu billah min dzalik. Hal yang demikian wajib kita hindari.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, seseorang yang memahami ilmu agama dengan baik dan memegang teguh ajaran Islam sebagaimana mestinya,
maka musibah yang menimpanya tidak akan menambahkan kepadanya kecuali sikap sabar dan peningkatan ibadah kepada Allah.
Bahkan para wali Allah, kegembiraan mereka atas bala’ dan musibah yang menimpa mereka lebih besar daripada kegembiraan mereka atas kelapangan hidup dan keluasan rezeki yang dianugerahkan kepada mereka.
Oleh karena itu, sebagian kaum sufi mengatakan: “Datangnya berbagai musibah adalah hari raya bagi para pencari kebahagiaan di akhirat.”
Mereka menganggap bahwa musibah yang menimpa adalah hari raya bagi mereka. Dengan itu, musibah akan meningkatkan ketaatan dan ibadah mereka kepada Allah ta’ala.