Jamaah Shalat Jumat hafidhakumullâh
Ketiga, kisah sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi dan menjadi sumber ilham yang tak pernah habis bagi bangsa Indonesia untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral.
Ketika diutus 14 abad silam, Nabi Muhammad menghadapi sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus: disorientasi hidup, penindasan ekonomi, dan kezaliman sosial.
Disorientasi hidup diekspresikan dalam penyembahan patung oleh masyarakat Arab Quraisy. Penindasan ekonomi itu dilukiskan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang membuat kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja.
Rasulullah mengkritik orang-orang yang mengumpulkan dan menghitung-hitung harta tanpa memedulikan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi.
“Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah”. (QS Al-Humazah 1-4)
Pembebasan dari kezaliman sosial dilakukan Rasulullah dengan pembebasan perbudakan, kesetaraan laki-laki dan perempuan, dan kesederajatan bangsa-bangsa.
Dalam khutbah terakhirnya di Arafah, saat haji wada, Nabi menegaskan bahwa tak ada perbedaan antara hitam dan putih, antara Arab dan non-Arab.
Semuanya sama di mata Tuhan. Tidak ada celah yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya, kecuali tingkat ketakwaan mereka kepada Tuhan-Nya (QS Al-Hujuraat:13).
Jamaah Jumat rahimakumullah
Alangkah indahnya jika bangsa Indonesia mampu memaknai kemerdekaannya seperti yang disyariatkan Al-Qur’an. Rakyat merasakan kemerdekaan ekonominya dan meraih kesejahteraan bersama. (**)