OLEH: Ustaz Fitrul Aidi, M.HI
Jamaah Jumat rahimakumullah
Hakikat diciptakannya manusia adalah untuk menghamba kepada Allah. Untuk tujuan ini pula, Allah mengutus para rasul untuk menyeru kepada umat manusia supaya menunaikan kewajiban itu.
Tak hanya seruan untuk menyembah Allah, para rasul juga bertanggung jawab menjauhkan umat dari ketundukan kepada selain Allah, termasuk kepada kesemena-menaan, penjajahan, penindasan, atau semacamnya atau menuju dalam kemerdekaan.
Kemerdekaan sejati adalah bebas untuk bertindak. Merdeka artinya adalah bebas dari segala penjajah dan penjajahan atau penghambaan. Kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah.
Hari Kemerdekaan disebut Id al-Istiql. Hal ini merupakan bentuk penafsiran dari: Artinya: “Bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain.”
Kemerdekaan yang diproklamirkan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 itu merupakan gerbang dan pintu kebebasan yang terbuka bagi masyarakat Indonesia.
Jamaah Shalat Jumat hafidhakumullâh
Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kemerdekaan. Pertama, makna kemerdekaan dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika ia membebaskan dirinya dari orientasi asasi yang keliru dalam kehidupan manusia.
Pada surat al-An’am ayat 76-79, mengisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam mencari Tuhan. Pencarian spiritual tersebut merupakan upaya Ibrahim dalam membebaskan hidupnya dari orientasi hidup yang diyakininya keliru.
Seperti diketahui bersama bahwasannya masyarakat Ibrahim saat itu menyembah berhala. Baginya, penyembahan terhadap berhala merupakan kesalahan besar dan justru menjatuhkan harkat dan martabat dirinya sebagai manusia.
Kedua, makna kemerdekaan juga dapat dipetik dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Fira’un. Rezim Fira’un merupakan representasi komunitas yang menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi.
Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tak segan membunuh dan memperbudak kaum laki-laki bangsa Israel dan menistakan kaum perempuannya.
Keangkuhan inilah yang mendorong Nabi Musa tergerak memimpin bangsanya untuk membebaskan diri dari penindasan, dan akhirnya meraih kemerdekaan sebagai bangsa yang mulia dan bermartabat.
“Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan) pengikut pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS Ibrahin:6)