Penyasar mereka terutama pejabat, pengusaha, dan organisasi massa. Tuduhan utamanya adalah pencemaran nama baik, penistaan, dan pemutarbalikan fakta. Bentuk kekerasannya adalah fisik dan bukan fisik.
BACA JUGA:Pemda Se-Provinsi Bengkulu Diminta Tindak Lanjuti Dugaan Pencemaran Limbah
"Fisik seperti penganiayaan, perusakan alat kerja. Bukan fisik, pemasangan jerat hukum, doxing, perundungan di medsos sampai peretasan," kata Hasudungan.
Jerat UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) paling banyak digunakan penggugat, karena sebagian besar media massa berbasis elektronik.
Pasal yang dipakai untuk menjerat adalah pasal karet, pasal 3,27 ayat 3, 28, 45 ayat 1 dan 3 serta 45A. Ancaman hukumannya mulai dari pidana empat tahun, enam tahun dan denda Rp1 Miliar.
BACA JUGA:PAD Tak Tercapai Dewan Minta Bupati Seluma Evaluasi Bapenda
"Untuk itu jurnalis harus profesional dan paham aturan etik. Pahamilah aturan itu, tidak ada pilihan lain," katanya.
Ketua Penyelenggara, Komy Kendy mengatakan, Workshop etik dan profesionalisme jurnalis dengan tema “Membina Jurnalisme Beretika: Meningkatkan Integritas dan Standar Kompetensi bagi Jurnalis”, di Kota Bengkulu ini diikuti sebanyak 32 jurnalis dari Bengkulu, Jambi dan Palembang.
BACA JUGA:Ikhwan Effendi Ditunjuk Jadi Plt Kepala DLH Seluma
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) di Bengkulu yang digelar pada 12-13 Juli 2025.
"UKJ menghadirkan dua pemateri yakni Komisi Hukum dan Perundang - undangan dewan pers, Abdul Manan dan Badan penguji Uji Kompetensi Jurnalis AJI Indonesia, Hasudungan Sirait," kata Komi. (cia)