RadarSelatan.bacakoran.co - Sesuai ketentuan dalam UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Kementerian Keuangan disinyalir akan memberlakukan PPN 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Langkah ini tentu akan berdampak signifikan pada kelangsungan dunia bisnis, terutama UMKM.
Kebijakan pemerintah menaikkan PPN hingga 12% di awal tahun depan hingga kini masih menuai banyak kritik dari masyarakat dan akademisi. Salah satunya datang dari dosen ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Imamuddin Yuliadi. Dilansir dari Harian Jogja, beliau menilai langkah ini dapat memberatkan sektor UMKM.
BACA JUGA:Bisa Bikin Cuan, Ini 5 Cara Hasilkan Uang dari Produk Digital
BACA JUGA:Pesona dan Keindahan Pantai Menganti, Wisata Alam menakjubkan di Kebumen
Menurutnya, kebijakan ini bisa berdampak penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat. Tak hanya itu, UMKM juga berisiko kehilangan pasar dan menghadapi kenaikan biaya produksi dalam kegiatan operasional. Akibatnya, barang dan jasa yang diperdagangkan akan mengalami kenaikan harga, yang berujung terjadinya inflasi.
“Oleh karena itu, solusi perlu dicari untuk kelompok yang rentan ini agar mampu mengurangi beban produksi bagi pelaku usaha,” papar Imamuddin kepada Harian Jogja.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Hermawati Setyorini. Menurutnya, sudah banyak aduan yang disampaikan oleh pelaku UMKM terkait kebijakan ini. Ketakutan bahwa bisnis akan semakin sepi dikhawatirkan menjadi salah satu dampak PPN naik 12 persen untuk UMKM.
BACA JUGA:TKD Harus Jadi Promotor Kesling, Proaktif Cegah DBD
BACA JUGA:Distan Seluma Kembali Usulkan Bantuan Pompa Air Untuk Petani
Dilansir dari Tirto.id, Hermawati mengungkapkan bahwa pelaku UMKM nantinya bisa dihadapkan pada kondisi yang serba salah. Bila harus menaikkan harga, pelanggan bisa saja berkurang drastis. Sementara jika memangkas atau tetap mempertahankan harga jual saat ini, mereka bisa alami kerugian di biaya produksi serta pendapatan usaha.
Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah menunda penerapan kebijakan tarif PPN 12% yang akan diberlakukan awal tahun, hingga daya beli masyarakat sudah kembali stabil.
BACA JUGA:Banyak Sawah Tidak Produktif, Pemda Bengkulu Selatan Diminta Lakukan Hal Ini
BACA JUGA:Kades di Bengkulu Selatan Diingatkan Kerja Harus Sesuai Regulasi
Jika pemerintah tetap memberlakukan PPN naik 12 persen di awal tahun depan, tentu akan ada beberapa dampak yang cukup signifikan. Berikut adalah beberapa dampak kenaikan PPN 12% untuk UMKM :
1. Penurunan Daya Beli Konsumen
Sejak pertengahan tahun, daya beli masyarakat bisa dikatakan menurun drastis. Alhasil, banyak bisnis gulung tikar lantaran sepi pembeli. Jika harus dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi, daya beli konsumen bisa jadi semakin tiarap, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Hal ini akan berdampak langsung pada omset UMKM.
BACA JUGA:BPN Seluma Terbitkan 50 Sertifikat Aset Pendidikan, Kesehatan dan Jalan
BACA JUGA:Perda Penyertaan Modal ke PDAM Seluma Baru Dibahas Tahun Depan
2. Kenaikan Harga Produk dan Jasa
UMKM yang produk atau jasanya dikenakan PPN naik 12 persen nantinya harus menaikkan harga jual sebagai langkah penyesuaian dengan pajak yang lebih tinggi. Dampaknya, produk atau jasa yang diperdagangkan bisa jadi kurang kompetitif. Konsumen juga bisa menjadi lebih selektif dalam berbelanja karena kenaikan harga jual.
3. Situasi Persaingan Yang Lebih Ketat
Jika tidak mampu menyerap kenaikan biaya pajak, UMKM yang terdampak sangat mungkin kehilangan daya saingnya ke kompetitor yang bisa menawarkan harga lebih rendah. Salah satu yang harus dikhawatirkan adalah produk impor dengan biaya produksi rendah di negara lain.
BACA JUGA:Obat Alami untuk Redakan Kecemasan Berlebihan
BACA JUGA:Manfaat Andaliman, Merica Batak yang Baik untuk Kesehatan