Hutan Alam di Kantong Populasi Seblat Terus Berkurang

Penampakan hutan di bengkulu-istimewa-radarselatan.bacakoran.co

RadarSelatan.bacakoran.co, BENGKULU - Yayasan Genesis Bengkulu menyebut, hutan alam di kantong populasi Seblat terus hilang setiap tahun, bahkan di dalam kawasan konservasi. 

Direktur Eksekutif Genesis Bengkulu, Egi Ade Saputra, mengatakan, Analisis data MapBiomas Indonesia 4.0 dan Citra Sentinel 2025 menunjukkan kondisi tragis Bentang Alam Seblat, salah satu dari 22 kantong populasi Gajah Sumatera yang diakui Kementerian LHK.

"Dari data menunjukkan, hutan Seblat terus hilang," kata Egi, Kamis (6/11). 

BACA JUGA:Generasi Muda Bengkulu Selatan Didorong Kembangkan Sektor Pertanian

Analisis Citra Sentinel Juli - Oktober 2025 juga menemukan 775 titik deforestasi dengan total luas 3.410,10 hektar di dalam kantong populasi Seblat. 

Lalu deforestasi seluas 296 hektar di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kawasan konservasi dengan status Warisan Dunia UNESCO.

"TNKS seharusnya menjadi garis merah yang tidak tersentuh, tapi sekarang sudah berlubang di banyak titik. Ini adalah bukti nyata bahwa komitmen penyelamatan habitat tidak berjalan di lapangan," ujar Egi.

BACA JUGA:Bangun Kesadaran Spiritual Siswa Melalui Kebiasaan Salat Berjamaah di Sekolah

Kawasan hutan produksi di Seblat kini menjadi pusat degradasi terbesar di Provinsi Bengkulu. Dari total 66.000 hektar kawasan hutan produksi, 97 persen telah dieksploitasi oleh izin PBPH. Ironisnya, hingga kini tidak ada audit izin maupun tindakan tegas terhadap perusahaan yang membuka hutan di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT).

"Jika pemerintah sungguh berkomitmen, seharusnya langkah pertama bukan meninjau lapangan, tetapi meninjau ulang izin-izin korporasi yang menjadi penyebab utama hilangnya hutan alam Seblat," lanjut Egi.

Dia mengatakan, Bentang Alam Seblat adalah ruang hidup terakhir Gajah Sumatera di Bengkulu.

BACA JUGA:PGRI Bengkulu Selatan Undang PWI Bahas Isu Spesifik Melibatkan Guru dan Tugas Wartawan

Hilangnya tutupan hutan telah menyebabkan fragmentasi habitat, terputusnya koridor migrasi gajah, dan meningkatnya konflik satwa-manusia di Lebong Tandai, Tunggang, dan Lubuk Silandak.

"Jika kehilangan hutan di Seblat terus terjadi pada laju saat ini, maka dalam dua dekade ke depan Gajah Sumatera di Bengkulu akan punah secara fungsional," ujar Egi. (cia)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan