Sebagian masyarakat yang ditemui tidak mengembalikan barang utangannya kadang bukan selalu karena faktor ketidakmampuannya, tetapi karena di awal memang tidak punya niat mengembalikan, sehingga mengentengkan kewajiban yang ditanggungnya.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Pemilik utang yang sengaja menunda mengembalikan piutangnya padahal sudah mampu, mempunyai harta di luar persediaan makanan pokok dia dan keluarganya adalah termasuk kezaliman.
Apalagi memang tidak mempunyai niat membayarnya. Sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad saw: “Efek dari utang piutang, bagi orang yang berutang wajib membayarnya apabila sudah jatuh tempo karena sesuai dengan firman Allah ‘memberikannya dengan baik’ dan berdasar Hadits Nabi saw ‘penundaan membayar utang bagi orang yang mampu membayarkannya, merupakan sebuah kezaliman. (Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, [Kuwait: Darus Salasil, cet 2], juz 3, hal. 268).
Ada banyak hadits yang menjelaskan tentang seruan agar pemilik utang tidak menunda-menunda membayarkan utang piutangnya.
Karena utang yang tidak terbayar ketika masih hidup dan tidak ada yang melunaskannya, besok akan diminta ganti dengan amal baiknya selama di dunia sebesar hitung-hitungan utangnya. Dengan demikian, apabila di antara kita ada yang utang, sudah semestinya membayarkannya saat sudah jatuh tempo.
Jamaah Jumat rahimakumullah.
Orang yang memiliki utang perlu berpikir bagaimana beratnya orang enggan melunasi utang sehingga meninggal dengan masih menyisakan utang.
BACA JUGA:HUT ke-21 Seluma, Bupati: Tugas Kita Melaksanakan Pembangunan!
Banyak hadits yang menjelaskan hal ini. Di antaranya dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh al-Akwa’ dalam Hadits Bukhari. Suatu ketika para sahabat duduk-duduk di samping Nabi Muhammad saw tiba-tiba ada jenazah dibawa mendekat ke arah Nabi. Rombongan yang membawa jenazah meminta Nabi, “Ya Rasul, tolong Anda shalatkan jenazah ini!”
Nabi bertanya balik “Apakah dia punya utang?.”Tidak, ya Rasul.”“Apakah dia punya warisan?”“Tidak, wahai Nabi.” Mendengar jawaban di atas, Nabi lalu menshalatkan jenazah tersebut.
Kemudian Nabi didatangkan jenazah yang lain lagi. Mereka gantian minta Rasulullah menshalatkan jenazah yang mereka bawa. Rasul kemudian menanyakan “Apakah dia punya utang?” Dijawab rombongan yang membawa jenazah “Iya, ya Nabi”“Apakah dia punya harta tinggalan?”“Ada, tiga dinar.”
Lalu Nabi menshalatkan jenazah yang mempunyai utang tapi juga mempunyai harta warisan yang bisa untuk membayar utangnya.
Yang ketiga, Nabi dibawakan jenazah yang lain lagi. Permintaannya sama, mereka minta Nabi menshalatkan. Nabi pun bertanya dengan pertanyaan normatif sebagaimana dua jenazah sebelumnya.
Bedanya, jenazah ketiga ini tidak mempunyai tinggalan warisan tapi malah meninggalkan utang. Kata Nabi “Kalian saja yang menshalati teman kalian ini!”
Sejurus kemudian, Abu Qatadah mengajukan diri. “Ya Rasul, mohon engkau menshalatkan dia! Aku yang menanggung utangnya.”