RadarSelatan.bacakoran.co, BENGKULU – Majelis hakim Pengadilan Negeri Tais menyatakan Anton dan Kayun warga Kabupaten Seluma terbukti mencuri buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara IV Regional 7 unit Talo-Pino.
Majelis hakim menjatuhkan vonis tindak pidana ringan (Tipiring) dengan ganjaran penjara satu bulan. Anton dan Kayun yang merupakan bagian masyarakat adat Serawai tidak terima vonis yang dijatuhkan majelis hakim. Melalui kuasa hukum keduanya mengajukan banding.
BACA JUGA:Wow…! Diduga Palsukan Dokumen, 15 Calon PPPK Provinsi Bengkulu Dinyatakan TMS
BACA JUGA:Hasil Rekapitulasi PSU Pilkada Bengkulu Selatan Rifai-Yevri 52%, Suryatati-Ii Sumirat 45%
Ketua Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu, Fitriansyah, S.H mengatakan, upaya banding tersebut telah didaftarkan pad,a Kamis (24/4).
"Hari ini, kami daftarkan upaya bandingnya atas permintaan Anton dan Kayun serta keluarga," kata Fitriansyah.
Menurut Fitriansyah, putusan PN Tais pada Kamis, 17 April 2025 yang menjatuhkan vonis tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara satu bulan tak perlu dijalani oleh Anton dan Kayun.
BACA JUGA:Polisi Terus Geber Dugaan Honorer Siluman di Seluma
BACA JUGA:Helmi Ingin Jadikan Bengkulu Sebagai Provinsi Konservasi
Sebab, dalam praktiknya secara sepihak, PTPN IV Regional 7 yang dahulunya bernama PTPN VII telah menduduki paksa seluruh tanah milik komunitas adat Serawai yang hidup dan beraktivitas di Desa Pering Baru secara turun temurun.
Atas itu, Fitriansyah menilai, bahwa putusan itu tidak mempertimbangkan penghormatan terhadap keberadaan masyarakat adat di Seluma yang telah diakui dan dilindungi hak-haknya melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Seluma.
BACA JUGA:Program Sekolah Rakyat, Bappeda Bengkulu Selatan Susun Peta Perencanaan Komposisi Jaringan
BACA JUGA:Tamatan SMA Lebih Berpeluang Dapat Pekerjaan
"Jadi, apa yang dialami Anton dan Kayun sesungguhnya bukan perbuatan pidana karena tanah itu milik masyarakat adat yang dikuasai, dikelola dan dirawat mereka sejak puluhan tahun," kata Fitriansyah.
Selain itu, katanya, jika klaim perusahaan wilayah itu milik Hak Guna Usaha (HGU), nyatanya lahan-lahan itu dikelola dan dirawat oleh masyarakat adat secara rutin dan berlangsung lama. Ini ditandai dengan masih adanya sisa tanam tumbuh berupa tanaman kopi dan lainnya yang sudah berusia tua.
BACA JUGA:Pansus DPRD Bengkulu Selatan terkait PT. Jatropha Turun ke Lapangan, Hasilnya?
BACA JUGA:Segera Hadapi Sidang Putusan, Eks Direktur RSHD Manna Yakin Tidak Bersalah
"Prinsipnya keberatan, meskipun hanya sedetik divonis bersalah melakukan pencurian. Ini soal keadilan dan hak masyarakat adat yang sudah direbut," kata Fitriansyah.
(cia)