BACA JUGA:Keindahan dan Pesona Destinasi Wisata Pantai Selili Di Gunung Kidul
Tanpa kabel listrik atau lampu neon yang menyinari malam, penduduk setempat bergantung pada cahaya matahari di siang hari dan lilin atau lentera di malam hari.
Kehidupan tanpa listrik ini menciptakan budaya yang sangat sederhana, di mana masyarakat lebih menghargai setiap detik yang mereka habiskan di bawah sinar matahari dan menjaga ketenangan yang langka.
Budaya agraris adalah pilar utama kehidupan di Bafona. Setiap keluarga kecil atau kebun sayuran ditanami berbagai jenis tanaman, seperti kentang, sayuran hijau, dan rempah-rempah.
Tanaman-tanaman ini sangat penting bagi ketahanan pangan penduduk yang hidup jauh dari pasar atau pusat kota.
Selain bertani, mereka juga beternak kambing, domba, dan sapi untuk menghasilkan susu, daging, dan keju, yang sering dibagikan di antara penduduk sebagai bentuk gotong royong.
Selama musim panas, ternak dibawa ke padang rumput yang lebih tinggi, sementara penduduk memanen rumput di padang bawah untuk persediaan makanan ternak di musim dingin.
BACA JUGA:Kesulitan Air Bersih Saat Kemarau, Warga Gunung Tiga Butuh Sumur Bor
Penduduk Bafona sangat menghormati alam dan hanya mengambil apa yang mereka butuhkan.
Mereka bertani dengan metode tradisional, tanpa menggunakan bahan kimia atau pupuk modern, untuk menjaga tanah agar tetap subur dan tidak tergerus.
Mereka juga mengelola jumlah ternak dengan bijaksana, sesuai dengan kapasitas lahan yang tersedia.
Filosofi ini adalah dasar dari budaya mereka, yang memperkuat kesadaran untuk menjaga kelestarian alam dan melestarikan lembah bagi generasi mendatang. (**)