Keterangan Lengkap Padi Cibesi, Padi Unggul Terbaru dengan Potensi Hasil 15 Ton
Penampakan padi unggul-istimewa-radarselatan.bacakoran.co
RadarSelatan.bacakoran.co - Padi Cibesi, varietas padi unggul terbaru yang memiliki potensi hasil luar biasa, mencapai 15 ton per hektar.
Padi Cibesi merupakan hasil persilangan antara Padi Cwung dan Jerang Thailand, persilangan dilakukan tahun 2023.
Meskipun baru masuk musim ke-5 atau ke-6, perkembangannya sangat pesat.
Di musim ini, hasil penyerbukan yang kami lakukan di lahan yang sudah memenuhi standar SOP (Standar Operasional Prosedur) menghasilkan padi dengan malai yang panjang dan bulir yang padat.
BACA JUGA:Benar Benar Unggul, 3 Benih Padi Pendatang Baru Super Genjah dengan Produksi Bisa Mencapai 12 Per Hektar
Padi ini berkembang dengan sangat baik di berbagai lokasi, meskipun penyilangan awal dilakukan di beberapa tempat.
Padi ini memiliki kualitas yang konsisten dengan hasil yang lebih baik.
Setiap tahun perkembangan padi Cibesi menunjukkan hasil yang sangat rata, dengan bentuk bulir, malai, batang, dan daun yang seragam di hampir semua tanaman.
Padi Cibesi dapat dipanen pada usia sekitar 85 hari setelah tanam (HST), meskipun dalam kondisi cuaca hujan, waktu pematangan bisa sedikit mundur 2-3 hari. Namun secara umum, 85 HST adalah waktu panen ideal.
BACA JUGA:Raja Padi di Lahan Asam, Rawa, dan Lahan Kering, Hasil Tetap Tinggi
Padi ini memiliki batang yang cukup tinggi, sekitar 100 cm dari dasar tanah sampai ujung daun bendera. Namun, jika dihitung dari pangkal malai hingga ujung malai yang menunduk, tingginya sekitar 80-85 cm—ideal, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek.
Malai Padi Cibesi memiliki panjang antara 20-25 cm, dan dalam pengamatan terbaru, kami menemukan panjang malai hingga 27 cm dengan jumlah bulir sekitar 249 bulir per malai.
Rata-rata bulir per malai berada di angka 150-200 bulir.
Jika lahannya baik, padi ini bisa menghasilkan hingga 50 batang per rumpun, dengan lebih dari 35 malai produktif yang keluar dari tiap rumpun.
Sekitar 85% malai produktif keluar dengan baik, menjadikan padi ini sangat produktif.
BACA JUGA:5 Jenis Padi Lokal Baru di Tahun 2025 Sama Unggulnya Dengan Inpari 32
Dari hasil uji coba, padi ini memiliki bobot 1000 butir sekitar 30 gram, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan varietas seperti Inpari 32 yang memiliki bobot 1000 butir sekitar 30,7 gram.
Ini menandakan kualitas yang lebih unggul. Rata-rata hasil padi Cibesi mencapai 9 ton per hektar, dengan potensi hasil yang bisa mencapai 11 hingga 13 ton jika perawatannya maksimal.
Nasi dari padi Cibesi sangat pulen dan enak, dengan tekstur yang sangat baik. Padi ini sangat cocok untuk konsumsi, menghasilkan beras berkualitas premium yang sangat disukai oleh konsumen.
Padi Cibesi memiliki ketahanan yang baik terhadap penyakit seperti sundep, penggerek batang, dan blas.
Namun, tetap diperlukan perawatan rutin untuk mencegah serangan hama atau penyakit lainnya, terutama di masa vegetatif.
BACA JUGA:Resmikan Irpom, Bupati Harap Hasil Produksi Padi di Seluma Melimpah
Padi ini cukup tahan terhadap rebah meskipun ditanam di lahan yang lebih tergenang atau dalam kondisi cuaca ekstrem.
Salah satu cara mengurangi risiko rebah adalah dengan mengurangi jumlah air saat padi memasuki fase pemasakan.
Hanya saja Padi Cibesi sangat membutuhkan air di fase vegetatif, antara usia 7-40 hari setelah tanam.
Pada fase ini, padi perlu terendam air untuk perkembangan optimal. Namun, setelah memasuki fase generatif, air dapat dikurangi agar pengisian bulir maksimal dan mengurangi risiko rebah.
BACA JUGA:3 Insektisida Tabur Yang Ampuh Membasmi Hama Penggerek Batang yang Menyebabkan Padi Terserang Beluk
Malai padi ini tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan terhadap serangan jamur pada malai, terutama di musim hujan, dengan melakukan penyemprotan pada usia 50 hari dengan fungisida atau bahan aktif pengendali jamur.
Karena batang padi ini tidak terlalu tinggi, kadang menjadi sasaran burung. Namun, pengisian bulir yang cepat di fase generatif membantu mengurangi risiko kerusakan akibat burung. (**)