radarselatan.bacakoran.co, BENGKULU - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu menyayangkan minimnya respons Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu untuk menyuarakan nasib 4.000 lebih masyarakat adat Enggano.
Padahal ribuan warga Pulau Enggano kini sudah lebih 3 bulan tidak mendapatkan layanan transportasi kapal.
BACA JUGA:Cegah Inflasi, Asisten II Setda Bengkulu Selatan Minta Masyarakat Bijak Gunakan Keuangan
Ketua AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi menyebutkan, ketika kunjungan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ke Bengkulu, hanya mendapatkan sajian informasi soal pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai yang berimbas pada terganggunya pasokan BBM dan menimbulkan keresahan di Bengkulu.
BACA JUGA:Bupati Bengkulu Selatan Terpilih Tidak Akan Beli Mobnas Baru, Anggarannya Dialihkan Untuk Ini
Termasuk terganggunya ekonomi akibat tidak ada aktivitas perkapalan di Pelabuhan.
Padahal, lanjut Fahmi, semestinya yang menjadi perhatian paling mendesak saat ini adalah nasib ribuan masyarakat adat di Pulau Enggano yang sudah terisolir selama lebih dari tiga bulan.
BACA JUGA:Gubernur Tawarkan Lahan Tahura Untuk Program Ketahanan Pangan
"Ada ribuan orang juga yang kini masih terkurung di pulau. Dan ini yang harusnya jadi perhatian serius pemerintah. Bukan cuma soal alur dan alur saja," kata Fahmi.
Fahmi mengatakan, ketiadaan transportasi ke Enggano, kini memaksa sejumlah warga akhirnya nekat untuk menyeberang samudera dengan kapal-kapal kecil.
Mereka harus bertaruh nyawa untuk keluar dari pulau terluar Provinsi Bengkulu tersebut.
BACA JUGA:BPKP Diminta Kawal Program Pemerintah
"Ini menampilkan ketidakmampuan pemerintah Bengkulu untuk menyiasati cara lain menyelamatkan orang-orang di Pulau Enggano," katanya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Enggano Mulyadi Kauno, juga menyayangkan lambannya respons pemerintah atas nasib mereka yang ada di Pulau Enggano.
BACA JUGA:Perkuat Intervensi Delapan Area Pencegahan Korupsi