Negara Terbahagia Di Dunia, Wanita Boleh Bersuami Banyak, Dikelilingi Oleh Pegunungan
BAHAGIA: Bhutan negara paling bahagia di dunia-istimewa-radarselatan.bacakorang.co
radarselatan.bacakoran.co - Bhutan adalah negara kecil di Asia Selatan yang terletak di antara India dan China.
Bhutan memiliki sebutan Negeri Naga Guntur, negara ini memiliki bentang alam yang menakjubkan dan berada di ketinggian yang cukup ekstrem.
Berbeda dengan negara-negara monarki absolut lainnya, Bhutan dikenal sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia.
Bhutan, yang dijuluki Negeri Naga Guntur, memiliki simbol naga putih di benderanya yang melambangkan kemurnian rakyatnya. Naga tersebut digambarkan sedang mengaum, menunjukkan semangat rakyat Bhutan yang tidak pernah tunduk pada penjajahan.
BACA JUGA:Uzbekistan, Negara Paling Terisolasi di Asia, Dikelilingi Gurun dan Pegunungan, Wanitanya Cantik Cantik
Filosofi ini juga dipegang oleh raja mereka, yang menghindari konflik dan diterima oleh semua negara.
Salah satu alasan utama Bhutan tidak pernah dijajah adalah karena letaknya yang sangat terisolasi dan sulit diakses, berada di ketinggian rata-rata 3.279 meter di atas permukaan laut.
Gunung tertinggi di Bhutan, Gangkhar Puensum, bahkan dijuluki sebagai pegunungan tertinggi di dunia yang belum pernah didaki, dengan ketinggian 7.570 meter.
Iklim di Bhutan sangat dingin, terutama di bagian utara yang memiliki tipe iklim kutub dengan salju sepanjang tahun. Luas wilayah Bhutan adalah 38.394 km², sedikit lebih besar dibandingkan Jawa Barat di Indonesia.
BACA JUGA:8 Negara dengan Jumlah Penduduk paling Sedikit, Mau Main Voli Saja Nyaris Tak Bisa, Ini Nama Negaranya
Dengan jumlah penduduk sekitar 742.737 pada tahun 2012, Bhutan termasuk dalam daftar negara dengan kepadatan penduduk tertinggi di Asia Selatan.
Penduduk asli Bhutan adalah etnis Ngalop, yang merupakan keturunan Tibet dan membawa agama Buddha Tibet ke Bhutan, menjadikannya agama mayoritas. Bahasa resmi Bhutan, Dzongkha, juga berakar dari bahasa Tibet kuno.
Bhutan menganut sistem matrilineal, di mana garis keturunan dihitung dari pihak ibu. Tradisi ini tidak terkait langsung dengan praktik poliandri dan poligami, namun di Bhutan, perempuan diperbolehkan memiliki lebih dari satu suami.
Meskipun begitu, hanya satu suami yang diakui secara hukum. Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan bukan dianggap sebagai aib, melainkan solusi ekonomi untuk menghindari pembagian aset dan harta.
BACA JUGA:10 Gunung Terindah dan Terfavorit di Indonesia, Pemandanganya Indah dan Alami
Praktik ini juga biasa dilakukan di wilayah Himalaya, termasuk oleh pemerintah Bhutan yang mengizinkan poliandri. Raja keempat Bhutan, Jigme Singye Wangchuck, bahkan menikahi empat perempuan yang bersaudara pada tahun 1979.
Meskipun Raja Bhutan memiliki hak istimewa untuk berpoligami, anaknya, Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck, menolak hak tersebut.
Ia memilih untuk menikahi seorang perempuan yang telah ia cintai sejak usia 17 tahun, Jetsun Pema, yang saat itu baru berusia 7 tahun. Ketika dewasa, mereka saling jatuh cinta dan menikah pada tahun 2011. Jetsun Pema kemudian menjadi ratu termuda Bhutan.
Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck, yang naik takhta pada usia 24 tahun pada tahun 2006, telah melakukan banyak pembaruan di Bhutan.
BACA JUGA:Viral di Media Sosial, Bocah Tangguh, Sudah Mendaki 8 Puncak Gunung Di Indonesia
Pada ulang tahunnya yang ke-40 pada tahun 2020, ia meminta rakyatnya untuk mengadopsi anjing liar dan mengurangi limbah serta sampah.
Raja ini juga dikenal sebagai pendukung utama konsep Kebahagiaan Nasional Bruto (GNH), yang menggantikan Produk Domestik Bruto (GDP) sebagai tolok ukur kesejahteraan warga. Konsep ini menekankan pentingnya kebahagiaan daripada ekonomi, dan Bhutan bahkan memprakarsai Hari Kebahagiaan Internasional pada tahun 2012 yang dirayakan setiap 20 Maret.
Meskipun Bhutan dikenal sebagai negara paling bahagia, peringkat kebahagiaannya di dunia mengalami penurunan.
Pada tahun 2019, Bhutan berada di peringkat 95 dari 156 negara, turun 16 peringkat dari tahun 2015. Hal ini disebabkan oleh perhitungan kebahagiaan global yang salah satunya melihat PDB.
Namun, Bhutan tetap menjaga kualitas hidup warganya dengan memperhatikan ekosistem dan lingkungan.
BACA JUGA:Fakta Unik Gunung Pesagi Lampung Barat, Ada Sumber Air Pembawa Berkah, Hingga Bangunan Musolah Dipuncaknya
Harimau di Bhutan dijaga dengan baik karena dianggap sebagai predator puncak yang menjaga keseimbangan ekosistem. Kualitas udara di Bhutan juga baik, dengan emisi karbon di bawah nol dan tutupan hutan yang dijaga hingga 70%.
Bhutan adalah negara yang sangat bersahaja dalam hal gaya hidup. Masyarakat Bhutan baru mengenal televisi dan internet pada tahun 1999, menjadikannya negara terakhir yang memperkenalkan teknologi ini.
Jalanan di Bhutan juga tidak begitu padat, dan tidak ada lampu lalu lintas karena kendaraan sangat jarang. Pendidikan dan akses kesehatan di Bhutan gratis, dan pemerintah bahkan mendirikan Kementerian Kebahagiaan untuk menjaga kesehatan mental warganya.
BACA JUGA:Gunung Pesagi Lampung Barat, Sejarah dan Asal Usul Nenek Moyang Orang Lampung
Salah satu filosofi hidup orang Bhutan yang unik adalah selalu memikirkan kematian setidaknya lima kali sehari. Alih-alih menimbulkan depresi, memikirkan kematian justru membuat mereka lebih menghargai hal-hal kecil yang membawa kebahagiaan setiap hari.
Mereka memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan hal-hal yang berguna dan membahagiakan, sesuai dengan ajaran Buddha Tibet yang menekankan reinkarnasi dan karma baik.
Dalam hal pakaian, masyarakat Bhutan selalu mengenakan pakaian tradisional mereka.
Pria mengenakan "Gho," pakaian mirip kimono yang hanya selutut dengan sabuk pinggang yang disebut "Kera," sedangkan perempuan mengenakan "Kira," sarung yang dipadukan dengan baju lengan panjang berwarna cerah dan bermotif simetris atau bergaris.
BACA JUGA:Air Sawah Mendidih, Gunung Munculan di Indonesia, Pertanda Apakah Ini?
Makanan khas Bhutan juga unik, dengan hidangan yang lebih banyak mengandung protein daripada karbohidrat. Salah satu makanan khas Bhutan adalah "Ema Datshi," olahan cabai yang dimasak dengan keju dari susu yak, hewan khas Himalaya yang selalu menemani dan dimanfaatkan oleh masyarakat Bhutan. (**)