Tiga Terdakwa Korupsi Anggaran RSHD Manna Divonis Penjara 1 Tahun

VONIS: Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi RSHD Manna menjalani sidang putusan di PN Bengkulu-Lisa Rosari-radarselatan.bacakoran.co
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," tegas Majelis Hakim.
Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Budi Ansyhari SH, mengaku masih akan berkoordinasi dengan kliennya untuk pengajuan banding.
"Kami masih akan berkoordinasi dengan klien. Apakah mengajukan banding atau tidak," ungkap Budi.
BACA JUGA:Tanam dan Jual Ganja, 4 Pemuda di Bengkulu Berhasil Ditangkap Polisi
Meski demikian, Budi sangat menyayangkan putusan dari majelis hakim. Menurutnya putusan tersebut menciderai rasa keadilan.
"Berdasarkan fakta persidangan yang jelas-jelas sudah mengakui, yang mengubah faktur pesanan, daftar pesanan adalah PPTK dan kepala instalasi gizi yang tidak ditetapkan tersangka dan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim," ungkap Budi.
Budi berharap akan ada penetapan tersangka baru dalam kasus ini. Pihaknya sudah menyampaikan permintaan kepada majelis hakim, agar memerintahkan Kejari Bengkulu Selatan untuk melakukan pemeriksaan ulang untuk menjadikan atau penetapan tersangka baru.
"Karena jelas-jelas pada fakta persidangan sudah mengakui. Makanya banyak sekali yang janggal," ungkap Budi.
Sementara itu, JPU Kejari Bengkulu Selatan yang juga Kasi Pidsus, Andi Setiawan, mengatakan pihaknya juga masih pikir-pikir terkait putusan majelis hakim.
"Kami akan berkonsultasi untuk mengambil sikap apakah menerima putusan," tegas Andi.
Terkait dengan permintaan kuasa hukum terdakwa tentang adanya penetapan tersangka baru, Andi mengatakan pihaknya menjalani sesuai putusan dari majelis hakim.
BACA JUGA:Visa Calon Jemaah Haji Provinsi Bengkulu Hampir Rampung
"Berdasarkan fakta persidangan saja. Tidak ada perintah dari majelis hakim terkait hal itu (penambahan tersangka baru, red)," kata Andi.
Diketahui, kasus ini bermula dari dugaan korupsi anggaran makan minum pasien RSHD Manna tahun anggaran 2022.
Dari hasil audit BPKP, kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 330 juta dari total anggaran Rp 1,2 miliar.