KOTA MANNA - Pemerataan pembangunan yang sering dicanangkan Pemkab Bengkulu Selatan baru sebatas slogan. Buktinya petani di Desa Ganjuh Kecamatan Pino harus berjalan hingga 5 kilometer (Km) untuk mengangkut hasil panen mereka.
Hasil panen seperti padi, jagung, dan kopi diangkut secara manual. Hasil panen dimasukkan ke dalam karung, kemudian dipikul di atas kepala. Setelah itu para petani berjalan kaki sekitar 5 Km atau menempun satu jam perjalanan untuk menjangkau lokasi jalan yang dapat diakses kendaraan.
“Kami angkut hasil panen dengan cara manual, dipikul pakai kepala. Kemudian berjalan sekitar satu jam sampai keluar (lokasi jalan yang lancar diakses kendaraan). Soalnya kalau mau pakai motor ojek, tidak bisa, jalannya buruk, ongkosnya juga mahal,” ungkap Sisman (51), salah seorang petani yang menggarap sawah di hamparan Air Napal Panjang Desa Ganjuh Kecamatan Pino.
Dikatakan Sisman, sepeda motor yang sudah dimodifikasi dapat masuk ke lokasi kebun jika musim panas. Sepeda motor melewati jalan yang dibuat seadanya. Namun para petani berpikir dua kali untuk angkut hasil kebun menggunakan jasa ojek motor, sebab upahnya sangat mahal, mencapai Rp60 ribu satu karung padi. Para petani pun lebih memilih ojek kepala sendiri. Rela capek karena tidak memiliki biaya untuk angkut hasil pertanian pakai jasa ojek motor.
“Kalau mau diangkut pakai ojek motor, lebih besar biaya dari pada hasil. Makanya kami memilih cara manual saja. Tidak apa-apa capek, asalkan hasil kebun ini bisa sampai ke rumah untuk kebutuhan hidup,” ungkapnya.
Diakui para petani, sudah puluhan tahun belum ada pembangunan jalan untuk menjangkau lokasi kebun dan persawahan di lokasi itu. Padahal terdapat banyak sawah dan kebun di Ulu Desa Ganjuh. Jika akses jalan sudah lancar, maka petani tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk mengangkut hasil panen.
“Sejak saya kecil memang belum ada pembangunan jalan ke sini. Padahal disini banyak sawah dan kebun. Mudah-mudahan kedepan ada perhatian pemerintah,” imbuh Anto (38), petani lainnya. (yoh)