radarselatan.bacakoran.co - Sudan Selatan merupakan negara termiskin di dunia, negara ini lebih miskin dari Burundi.
Sudan Selatan terletak di tanah yang kaya akan sumber daya alam. Namun, kemakmuran tersebut tidak dapat mengangkat tingkat kehidupan warganya.
Sebaliknya, kemiskinan yang mendalam tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Mimpi, harapan, dan kebahagiaan seolah terkubur jauh di bawah tumpukan kesengsaraan.
BACA JUGA:5 Negara Nyaris Tanpa ada Malam, Fenomena Midnight Sun, Ini Daftarnya
Inilah potret dari Sudan Selatan, negara termiskin di dunia, bahkan lebih miskin daripada Burundi yang sebelumnya dikenal sebagai negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi.
Sudan Selatan, yang meraih kemerdekaannya pada 9 Juli 2011, merupakan negara termuda di dunia.
Terletak di timur laut Afrika dengan luas sekitar 619.745 km persegi dan populasi sekitar 11,5 juta jiwa, negara ini masih berjuang untuk mengatasi kemiskinan yang melanda hampir 82% penduduknya.
BACA JUGA:Layak Dicontoh, DUlu Hanya Desa Miskin, Kini Gwadar Menjadi Daerah Pelabuhan Kaya Raya dan Modern di Arab
Sekitar 9,4 juta orang di Sudan Selatan hidup dalam kondisi miskin, terperangkap dalam siklus penderitaan tanpa akhir.
Sejarah Sudan Selatan dipenuhi dengan penjajahan, penaklukan, dan perdagangan budak.
Nama "Sudan" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "tanah orang kulit hitam," merujuk pada keanekaragaman budaya masyarakat Afrika.
Negara ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 2011, menjadikannya negara ke-54 di Afrika yang merdeka.
Pada 14 Juli 2011, Sudan Selatan resmi bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai anggota ke-193.
BACA JUGA:Kehidupan di Desa Nukunonu, Pemukiman Paling Terisolasi di Tengah Samudra, Ancaman Tenggelam Selalu Mengintai
Meskipun merdeka, Sudan Selatan menghadapi banyak tantangan. Negara ini merupakan rumah bagi lebih dari 60 etnis, dengan dua kelompok terbesar yaitu New Bari dan Azande.
Bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Inggris dan bahasa Sudan Selatan. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, Kristen, dan animisme tradisional Afrika.
Namun, sebagian besar wilayah Sudan Selatan masih tertinggal. Banyak daerah yang tidak memiliki akses listrik atau air bersih, dan infrastruktur secara keseluruhan sangat terbatas.
Negara ini sangat bergantung pada impor pangan dari negara tetangga seperti Uganda dan Kenya, yang menyebabkan tingginya biaya transportasi dan inflasi yang meroket.
BACA JUGA:Fakta Menarik Albania, Negara Kecil dengan Segudang Kontroversi
Kekurangan pangan menjadi masalah serius, karena produksi pertanian yang minim dan ketergantungan pada pasokan pangan asing yang mahal.
Perang saudara yang berlangsung bertahun-tahun juga memperburuk kondisi Sudan Selatan. Pada 2018 saja, sekitar 400.000 orang kehilangan nyawa dan jutaan orang terpaksa mengungsi.
Meskipun upaya perdamaian terus dilakukan, negara ini masih terjebak dalam siklus kekerasan, perpecahan etnis, dan krisis kelaparan.
Konflik yang berkepanjangan menyebabkan stagnasi ekonomi dan memperburuk kemiskinan yang sudah parah.
Di balik kemiskinan itu, Sudan Selatan sebenarnya memiliki sumber daya alam yang melimpah. Negara ini memiliki cadangan minyak dan gas bumi yang sangat besar, diperkirakan mencapai 3,5 miliar barel, menjadikannya cadangan minyak terbesar ketiga di Afrika setelah Nigeria dan Angola.
BACA JUGA:Keindahan Pantai Tanah Merah Di Kutai Kertanegara, Aktivitas Menarik, Fasilitas dan Tiket Masuk
Namun, hampir 90 persen cadangan minyak tersebut belum dimanfaatkan karena korupsi dan kekerasan yang menghambat pembangunan.
Selain itu, Sudan Selatan memiliki lahan pertanian yang subur dan lebih dari 60 juta ternak seperti sapi, domba, dan kambing.
Namun, semua potensi ini tidak dapat mengubah nasib penduduknya yang terjebak dalam kemiskinan.
Konflik sosial, pemerintahan yang korup, dan bencana alam terus menghambat pembangunan dan kemajuan negara ini.
Singkatnya, Sudan Selatan adalah salah satu negara yang paling menyedihkan di dunia.
Meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah, kemiskinan, konflik, dan ketidakstabilan politik menjadikannya negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi di dunia. (**)