radarselatan.bacakoran.co - Pada tahun Saka 1408, tepatnya pada hari ke-10 bulan Jesta, Prabu Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, yang mahir dalam ajaran Buddha, mengeluarkan prasasti penting yang dikenal sebagai Prasasti Petak.
Dalam prasasti ini, ia menganugerahkan tanah kepada Sri Brahmaraja Ganggadara, sebagai penghargaan atas dukungannya dalam menjaga kejayaan Majapahit di tengah masa sulit.
BACA JUGA:6 Situs Peninggalan Sejarah Di Jambi, Unik Dan Menyimpan Cerita Legenda, Bukti Peradaban Masa Lampau
Prasasti ini menegaskan bahwa segala hak atas tanah tersebut menjadi milik Sri Brahmaraja dan akan diwariskan kepada keturunannya.
Selain itu, terdapat ancaman bagi siapa pun yang melanggar perintah yang tertulis, dengan jaminan bahwa mereka akan menghadapi kehancuran.
Prasasti Petak, yang juga dikenal sebagai Prasasti Kembang Sore, terletak di Desa Petak, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.
BACA JUGA:Fakta Menarik Candi Selogriyo, Candi yang Berdiri Megah Di Lereng Gunung Sumbing
Untuk memahami konteks prasasti ini, penting untuk mengetahui situasi sebelum dikeluarkannya oleh Raja Girindrawardhana.
Setelah Raja Singawardhana, Kertabumi menjadi penguasa Majapahit.
Peristiwa sejarah menunjukkan bahwa Kertabumi adalah Raja Majapahit terakhir, yang ditangkap oleh tentara Demak.
Setelah tahun Saka 1400, Majapahit jatuh ke tangan Sultan Demak, Raden Patah.
BACA JUGA:Jejak Peradaban Buddah Di Padang Lawas Utara, Candi Ini Jadi Saksi Sejarah
Periode setelah 1478 menandai transisi Majapahit menjadi negara bawahan Demak. Raden Patah mengangkat penguasa baru di Majapahit, tetapi pemerintahannya tidak diterima baik oleh rakyat, yang kemudian memicu pemberontakan.
Di dalam prasasti, Dyah Ranawijaya menyebut dirinya sebagai Raja Wilwatikta dan mengukuhkan status tanah bebas pajak yang telah diberikan oleh Raja Singawardhana kepada Sri Brahmaraja Ganggadara.
BACA JUGA:Candi Bahal Portibi di Padang Lawas Utara, Peninggalan Sriwijaya, Bukti kejayaan Buddha di Sumatera
Dengan pengeluaran prasasti ini, Dyah Ranawijaya menegaskan bahwa ia adalah keturunan sah dari Majapahit.
Prasasti Petak juga memuat simbol-simbol menarik, seperti gambar gunung dan jalan bercabang, yang mencerminkan identitas dan penguasaannya.
Setelah 40 tahun memerintah, Girindrawardhana wafat setelah Majapahit diserang oleh tentara Demak.
BACA JUGA:Candi Tanjung Medan, Candi Budha Bukti Kejayaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Barat
Penyerangan ini dipicu oleh hubungan Girindrawardhana dengan Portugis, yang merupakan musuh Sultan Demak.
Akibatnya, Majapahit mengalami kehancuran sebagai kerajaan yang pernah berjaya.
Dengan demikian, Prasasti Petak bukan hanya merupakan catatan sejarah, tetapi juga gambaran akhir dari kekuasaan Majapahit. Terima kasih telah menyimak, semoga informasi ini bermanfaat. Wassalamualaikum. (**)