Merasa Dejavu, Ini Arti dan Penyebabnya Yang Harus Kamu Ketahu

Penelitian yang menunjukkan bahwa dejavu mungkin berkaitan dengan masalah persepsi atau ingatan-IST-halodoc.com

RadarSelatan.bacakoran.co - Istilah dejavu masih menjadi perbincangan hangat. Lantaran banyak orang yang kerap merasakan fenomena ini.
Adapun istilah ini digambarkan sebagai perasaan bahwa kamu pernah melakukan atau melalui hal familiar atau sama sebelumnya.
Kendati begitu, seseorang yang mengalami dejavu sadar kalau dirinya sama sekali belum pernah mengalami situasi atau hal yang terasa familiar tersebut.
Dejavu digambarkan sebagai perasaan bahwa kamu pernah melakukan atau melalui sesuatu yang terasa familiar sebelumnya.

BACA JUGA:Makanan Gorengan Tidak Sehat? Jangan Salah, Ini Tips Membuat Gorengan Lebih Sehat

BACA JUGA:Senin, Puskesmas Tais Mulai Tempati Gedung Baru

Namun, seseorang yang mengalami dejavu biasanya sadar bahwa dirinya sebenarnya belum pernah mengalami situasi tersebut.
Istilah “déjà vu” berasal dari bahasa Prancis yang berarti “sudah pernah terlihat”. Secara historis, Santo Agustinus, seorang filsuf kuno, pertama kali menyebut konsep ini pada tahun 400 M sebagai “memori yang salah”.
Kemudian, filsuf Perancis Emile Boirac menggunakan istilah “déjà vu” pada tahun 1890. Meskipun istilah ini baru dikenal pada akhir abad ke-19, fenomena deja vu telah dicatat dalam  catatan sejarah dan literatur lebih awal.

BACA JUGA:Orang Tua Wajib Tahu, Motivasi Adalah Kunci Perkembangan Anak

BACA JUGA:Bulan Maret PPN Pasar Lama Mulai Dibangun

Salah satu catatan awal datang dari Santo Agustinus, seorang filsuf dan teolog Kristen abad ke-4, yang menyebutkan perasaan serupa dalam karyanya, “Confessions” (sekitar tahun 400 M).
Santo Agustinus menggambarkan fenomena ini sebagai “memori yang salah” atau pengalaman yang tampaknya familiar tetapi sulit dijelaskan secara rasional.
F.L. Arnaud, seorang ahli saraf asal Prancis, adalah orang pertama yang memberikan penjelasan ilmiah mengenai deja vu pada awal abad ke-20.
Arnaud menyarankan bahwa deja vu dapat terjadi karena gangguan dalam cara otak memproses ingatan dan pengalaman.
Misalnya, otak bisa mengingat detail tertentu dari suatu pengalaman yang sudah pernah terjadi, namun menganggapnya sebagai pengalaman baru, menciptakan perasaan bahwa kita sudah mengalami hal tersebut sebelumnya.

BACA JUGA:Petani di Bengkulu Selatan Diimbau Manfaatkan Pupuk Buatan

BACA JUGA:Validasi DTKS Jangan Sampai Salah Hapus Data!

Ada sejumlah teori yang mengungkapkan penyebab dejavu? Nah, berikut beberapa teori yang perlu kamu ketahui:
1. Teori Split Perception
Teori ini menyebutkan bahwa dejavu bisa terjadi ketika seseorang melihat sesuatu di waktu berbeda, tetapi otak tetap menyimpannya sebagai memori meskipun hanya dalam sekejap.
Sebagai contoh, saat kamu sedang berjalan-jalan, kamu melihat bangunan tua di pinggir jalan, tapi tidak terlalu memperhatikan karena fokusmu teralihkan karena sedang menyetir.
Keesokan harinya, kamu kembali melewati bangunan yang sama dan tiba-tiba merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya, meskipun tidak ingat kapan atau di mana.
Nah, inilah yang disebut sebagai pengalaman dejavu.

BACA JUGA:Perhatian, Mulai Sekarang Kurangi Konsumsi Kecap Manis, Jika Tidak Ini 7 Akibat Yang Bisa Dialami

BACA JUGA:3 Minuman Herbal untuk Membersihkan Racun di Perut

2. Teori Memory Recall
Teori ini menjelaskan bahwa dejavu dapat terjadi di tempat berbeda, tetapi memiliki suasana yang mirip dengan pengalaman masa lalu.
Misalnya, ketika kamu mengunjungi rumah makan yang bernuansa khas jawa tengah di Bandung, suasana di sana terasa akrab.
Setelah dipikir-pikir, ternyata interiornya mengingatkanmu pada rumah makan yang pernah kamu kunjungi saat kecil.
Menurut teori ini, dejavu muncul karena otak kita merespons memori lama yang tersembunyi, baik itu kenangan masa kecil, momen liburan, atau bahkan sesuatu yang sederhana seperti aroma tertentu.
Riset Terkait Dejavu
Apakah kamu pernah mendengar istilah “dreamy state“? Nah, dreamy state atau keadaan melamun sering dikaitkan dengan pengalaman deja vu. Kondisi ini, umumnya terjadi pada pasien epilepsi yang mengalami kejang di lobus temporal.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Oxford Academic, bertujuan untuk memahami daerah otak mana yang paling berperan dalam terjadinya dreamy state.

BACA JUGA:Empat Hal yang Membuat Remaja Bersikap Tidak Hormat kepada Orang Tua

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan