Memperbaiki Diri Dengan Muhasabah

Wahid Abu Siddiq, S.Ag. Hafizhahullah-Rezan-radarselatan.bacakoran.co

Oleh: Wahid Abu Siddiq, S.Ag. Hafizhahullah

Hadirin Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Bersyukur kita kepada Allah atas segala nikmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Semoga Langkah kaki kita menuju masjid ini menjadi penggugur dosa dan meningkatkan derajat kita di sisi Allah SWT. Salawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan bagi umat-Nya dan telah berkorban dengan jiwa dan raganya utnuk tegaknya agama Islam yang dapat kita rasakan hingga saat ini. semoga kita diwafatkan oleh Allah dalam keadaaan khusnul khatimah dan mendapat syafaat di hari kiamat.

Sebagai khatib tak lupa mewasiatkan kepada diri khatib pribadi khususnya dan kepada jamaah pada umumnya, untuk selalu meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah dengan sebenar-benarnya, karena sebaik-baik bekal adalah takwa.

Hadirin Yang berbahagia

Kehidupan kita di dunia selalu diwarnai dengan berbagai macam urusan yang menuntut kita untuk berpikir dan bergerak ke depan. Karena waktu yang kita lalui di dunia ini akan terus bergerak maju dan tak akan terulang lagi di masa yang akan datang. Untuk itu kita harus selalu mempersiapkan diri agar apa yang kita kerjakan nanti akan bernilai manfaat, bagi kita baik di dunia maupun di akhirat.

Maka dalam setiap amalan kita perlu untuk selalu berintrospeksi diri atau bermuhasabah sebagai sarana untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang telah kita lalui. introspeksi diri ini sebenarnya sangat dengan lingkungan sekitar kita, karena hamper setiap pekerjaan itu menuntut untuk evaluasi dan introspeksi. Sebagai pedagang perlu menghitung untung rugi dalam penjualan, sebagai pengajar perlu evaluasi dalam pembelajaran, sebagai karyawan pun juga akan mengalami evaluasi pekerjaan dari atasannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai orang yang beriman menjadikan muhasabah ini sebagai amalan yang tidak boleh ditinggalkan dalam kehidupan.

Bahkan Allah pun telah berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 18 yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Dari ayat ini Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk menunaikan konsekuensi iman yaitu dengan bertakwa kepada Allah, baik dikala sepi maupun ramai dalam segala hal. Allah memerintahkan mereka untuk menjaga apa saja yang diperintahkan, baik yang berbentuk perintah, syariat, maupun batasan-batasan-Nya, serta memikirkan akibat baik dan buruk apa yang akan mereka dapatkan, serta apa yang mereka dapatkan dari amal perbuatan mereka yang bisa membawakan manfaat atau malapetaka bagi mereka di akhirat. Dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda:

"Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus radiyallahu ‘anhu dari Nabi SAW, sabdanya: “Orang yang cerdas - berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan dari Allah tanpa beramal shaleh.” (H.R Tirmidzi)

Dalam bermuhasabah ada dua waktu yang perlu kita luangkan; pertama, waktu untuk muhasabah sebelum beramal. Yaitu berpikir dan merenung apakah yang kita kerjakan ini bermanfaat atau tidak. Ketika bermanfaat bagaimana agar selalu bersemangat dalam melaziminya. Bisa juga ditambah dengan mencari keutamaan dari setiap amalan yang akan kita lakukan. Kedua, waktu Muhasabah setelah selesai beramal ini meliputi, 1) Muhasabah mengenai amalan wajib yang belum dikerjakan secara sempurna dan amalan sunnah yang perlu mungkin untuk kita kerjakan. 2) Muhasabah mengenai perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan untuk kita tinggalkan. 3) Muhasabah mengenai perkara mubah / biasa, yang biasanya kita justru sering terlena dengannya.

Banyak mungkin di antara kita yang sibuk dengan aib orang lain; yang justru akan melahirkan sikap 'ujub (takjub dengan diri sendiri), kibr (merasa besar sendiri, sombong), dan ghurur (tertipu dengan diri sendiri). Sehingga dengan bermuhasabah justru kita akan lebih sibuk menilai diri kita daripada orang lain. Betapa banyak justru dosa yang kita lakukan, amalan sunnah yang kita tinggalkan, atau bahkan justru kewajiban masih belum kita tunaikan.

Hadirin Sidang Jumat rahimakumullah 

Sahabat Umar radiyallahu’anhu pernah berkata :

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan