Tercatat Ada 32 Kasus Konflik Perkebunan Di Bengkulu

Plt Kepala Dinas TPHP Provinsi Bengkulu, Rosmala Dewi-Istimewa-radarselatan.bacakoran.co

radarselatan.bacakoran.co, BENGKULU  -  Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu mencatat, sepanjang tahun 2017 hingga tahun 2025 terdapat 32 kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan (GUKP). Sejumlah kasus itu berada ditingkat provinsi maupun kabupaten/Kota di daerah ini.

Plt Kepala Dinas TPHP Provinsi Bengkulu, Rosmala Dewi mengatakan, beberapa di antaranya telah berhasil diselesaikan di tingkat provinsi maupun kabupaten.

BACA JUGA:Jangan Asal Cari Harta, Kehalalan Menjadi Kunci

"Ada beberapa yang belum selesai, sekitar 5 - 6 kasus. Namun yang belum selesai ditingkat masyarakat," kata Rosmala Dewi, Kamis (25/9).

Kasus-kasus konflik agraria di Bengkulu mencakup okupasi lahan oleh masyarakat, yakni tindakan pendudukan tanah secara fisik tanpa kepemilikan sah, penolakan terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit, tumpang tindih lahan, penelantaran lahan oleh perusahaan, komplain penggantian komoditas, perusahaan yang belum memiliki HGU, pencurian tandan buah segar atau getah karet, serta tuntutan pembangunan plasma masyarakat.

BACA JUGA:Cek Kualitas BBM Lewat Program Edukasi Pantau SPBU

Ia mengatakan, pemberian izin perusahaan perkebunan yang ada di tingkat kabupaten/Kota, menjadi ranah pemda setempat untuk penyelesaiannya. Bukan hanya pemberian izinnya, tetapi juga pengawasan termasuk pemberian sanksi.

BACA JUGA:Kejari Kaur Berikan Pendampingan Hukum Kepada 16 Puskesmas

"Gubernur paling memerikan saran kepada bupati untuk menindaklanjuti. Biasanya Provinsi hanya berperan sebagai tim ahli pada saat rembukan," kata Rosmala.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bengkulu, Indera Imanuddin, menjelaskan bahwa penetapan status tanah terlantar sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 membutuhkan waktu hingga 587 hari.

BACA JUGA:Infrastruktur Kampung Nelayan Merah Putih di Desa Merpas Ditingkatkan

"Proses evaluasi untuk menetapkan suatu lahan itu terlantar waktunya selama 587 hari. Setelah mendapatkan hak atas tanah, baik hak guna bangunan maupun hak guna usaha, jika dalam dua tahun tidak dimanfaatkan dan didayagunakan, pemerintah dapat menetapkan tanah tersebut menjadi objek tanah terlantar," kata Indera. (cia)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan