Tarif Ekspor AS Ancam Industri Sawit Indonesia! Ini Kata GAPKI!

Tarif Ekspor AS Ancam Industri Sawit Indonesia! Ini Kata GAPKI!-Istimewa-IST, Dokumen
RadarSelatan.bacakoran.co - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Selatan menyoroti kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang dinilai berpotensi mengancam keberlangsungan industri sawit nasional.
Ketua GAPKI Sumsel, Alex Sugiarto, dalam keterangannya di Palembang pada Senin, menyebut kenaikan tarif ekspor ke AS memberikan tekanan signifikan terhadap daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar global.
BACA JUGA:PKS Kembali Buka, Harga TBS Sawit di Bengkulu Selatan Pasca Lebaran Tetap Stabil
BACA JUGA:PKS Kembali Buka, Segini Harga TBS Sawit di Bengkulu Selatan Pasca Lebaran
"Kebijakan Baru yang diambil oleh Amerika Serikat akan menurunkan volume ekspor dalam jangka pendek dan secara langsung berdampak pada pendapatan petani serta pendapatan daerah," ungkap Alex.
Menurutnya, lonjakan tarif tersebut akan meningkatkan biaya operasional bagi eksportir sawit. Karena itu, GAPKI Sumsel mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan negosiasi dagang dengan pihak AS guna menekan dampak kebijakan tersebut.
“Negosiasi sangat penting untuk melindungi produk ekspor nasional dari hambatan tarif yang memberatkan,” ujarnya.
BACA JUGA:Kabar Baik Untuk Petani Sawit di Bengkulu, Harga TBS Ditetapkan Rp 3.142 Per Kg
BACA JUGA:Perkebunan Kelapa Sawit Wajib Memiliki Izin, Ini Penjelasan Lengkapnya
Alex juga menyoroti pentingnya langkah-langkah strategis dari pemerintah dalam merespons kebijakan Presiden Donald Trump yang berpotensi menghambat laju ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia.
Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan insentif berupa keringanan pajak dan pungutan ekspor guna membantu pelaku industri menghadapi kenaikan biaya dan penurunan permintaan.
Meski ekspor CPO ke Amerika bukanlah yang terbesar, masih kalah dibandingkan dengan India, Tiongkok, dan Pakistan, Alex menilai situasi ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat hilirisasi industri sawit, khususnya di Sumatera Selatan yang memiliki posisi geografis strategis dan dukungan kuat dari pemerintah daerah.
BACA JUGA:Harga TBS Sawit Stabil Menjelang Lebaran, Pabrik Segera Libur
BACA JUGA:Jelang Lebaran, Harga Sawit di Seluma Rp 2.800 per Kg
Ia meyakini minyak sawit dari Indonesia tetap menjadi pilihan menarik bagi importir AS, terutama karena negeri Paman Sam juga mengenakan tarif tinggi untuk minyak nabati lainnya.
"Selain itu, kita juga bisa melihat potensi dari negara lain seperti Tiongkok. Jika Tiongkok memberlakukan tarif tinggi pada kedelai AS, bisa saja mereka meningkatkan impor minyak sawit dari Indonesia," tambahnya. (**)