Bahaya Politik Uang dalam Pilkada
Bahaya Politik Uang dalam Pilkada-Istimewa-radarselatan.bacakoran.co
Politik uang juga berpotensi menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten. Calon yang menang bisa saja bukan yang terbaik, tetapi hanya yang mampu "membeli" suara terbanyak.
Ini akan berdampak buruk pada kualitas kebijakan dan layanan publik yang mereka hasilkan nantinya. Rasulullah saw bersabda: yang artinya, “Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu (Arab Badui) bertanya, “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR Al-Bukhari).
Kita perlu sadar, calon yang mengeluarkan biaya besar untuk membeli suara mungkin akan tergoda untuk mengembalikan biaya tersebut dengan melakukan korupsi atau penyalahgunaan anggaran saat menjabat. Ini merusak tata kelola pemerintahan dan membebani keuangan negara atau daerah.
Dengan politik uang, masyarakat akan kehilangan kesadaran pentingnya partisipasi politik yang sehat. Masyarakat akan cenderung bersikap apatis dan pragmatis, memilih hanya demi keuntungan jangka pendek, bukan demi pembangunan yang berkelanjutan.
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Bahaya politik uang ini, Rasulullah saw diriwayatkan melaknat orang yang menerima sesuatu untuk mengubah pilihan dan keputusannya: Artinya, "Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap." (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).
Pemerintah juga sudah mengingatkan sanksi untuk pelaku politik uang dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.
Hal ini diatur di antaranya dalam Pasal 187A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu maka akan mendapatkan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1miliar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2000 juga sudah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa segala bentuk suap, termasuk politik uang hukumnya adalah haram. Dalam fatwa yang dikeluarkan pada tanggal 28 Juli 2000, MUI merinci bahwa politik uang termasuk dalam kategori risywah, yaitu pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan atau tindakannya.
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Demikianlah beberapa hal tentang politik uang dan bahanya bagi kita. Semoga kita senantiasa diberikan pentunjuk oleh Allah swt untuk dapat menggunakan hak suara kita dengan baik dan benar tanpa dinodai dengan politik uang. Semoga kita mendapatkan pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen untuk membangun dan menyejahterakan kita semua. Amin. (**)