Mekanisme Baru Penyaluran Dana APBN

Lukman Harun KPPN Manna-rezan-radarselatan.bacakoran.co

APBN adalah rencana pengeluaran dan penerimaan negara tahun mendatang yang dihubungkan dengan rencana dan proyek jangka panjang. Secara khusus, pengertian APBN adalah mengacu pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 (perubahan).

Disebutkan, APBN adalah pengelolaan keuangan negara setiap tahun yang ditetapkan dengan undang-undang. APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab serta ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Seringkali di sisi pengeluaran negara dilakukan menumpuk di akhir tahun, sebagai akibat dari proses pengadaan barang dan jasa yang memang memerlukan waktu, perencanaan anggaran yang kurang tepat, atau kebijakan dari pusat yang datang di akhir tahun.

Menghindari penumpukan di akhir tahun tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan batas-batas waktu pengajuan tagihan mulai bulan Oktober sampai Desember, untuk terakhir pengajuan tagihan dibatasi antara tanggal 21 atau 22 Desember. 

Selanjutnya, pembagian peran dan wewenang antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian Negara/Lembaga adalah Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan Kementerian Negara/Lembaga adalah sebagai Pengguna Anggaran, oleh karena itu Kementerian Keuangan tidak dapat melakukan intervensi proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga. 

Diskusi berkembang menjadi, bagaimana jika proses pengadaan barang dan jasa di Kementerian Negara/Lembaga berlangsung sampai tanggal 31 Desember, sedangkan pengajuan tagihan dibatasi hanya sampai 21 atau 22 Desember?

Prinsip pengeluaran negara antara lain adalah pengeluaran negara dapat dilakukan setelah barang/jasa diterima, apabila pengeluaran negara dilakukan sebelum barang diterima maka diperlukan jaminan.

Berdasarkan peraturan pengadaan barang dan jasa yang diterbitkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban APBN Sebelum Barang/Jasa Diterima terdapat beberapa macam jenis jaminan

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka diperlukan Bank Garansi untuk memberikan jaminan kepada negara, atas pembayaran yang dilakukan sebelum barang diterima. 

Bank Garansi dapat diterbitkan dari Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank, untuk penerbitan bank garansi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank untuk lebih amannya berdasarkan daftar Lembaga yang dipublish oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Bank garansi adalah merupakan sebuah jaminan tertulis yang diberikan bank kepada nasabahnya. Bank dalam hal ini berperan sebagai pemberi jaminan, sedangkan nasabah merupakan pihak yang dijamin. Dalam pelaksanaan fasilitas jaminan tersebut, umumnya melibatkan tiga pihak di dalamnya.

Pihak pertama merupakan pihak penjamin yang merupakan bank untuk menerbitkan jaminan kepada nasabahnya. Pihak selanjutnya adalah pihak terjamin yang merupakan nasabah. Pihak terjamin merupakan pihak yang mengajukan dan membuat permohonan terkait jaminan melalui bank. Pihak ketiga merupakan penerima jaminan yang akan menerima jaminan dari pengajuan nasabah oleh bank.

Penerima jaminan memiliki hal untuk menerima jaminan dalam bentuk ganti atas adanya wanprestasi berdasarkan kesepakatan yang sudah dibuat oleh pihak terjamin.

Berdasarkan data yang diolah dari Ditjen Perbendaharan, di tahun 2022, Bank Mandiri menjadi bank penerbit bank garansi terbanyak dengan 2000 bank garansi dengan nilai terbesar juga di angka 4.432 Milyar Rupiah. Adapun data penggunaan dan nilai dari Bank Garansi per bank penerbit sebagaimana di bawah ini.

Dalam pelaksanaannya pemahaman atas peraturan pengadaan barang dan jasa secara lengkap tidak dimiliki oleh semua pengelola keuangan satuan kerja, sehingga dapat terjadi kelalaian/kesalahan yang tidak disengaja sehingga mengakibatkan proses pengadaan barang dan jasa tersebut tidak lengkap.

Hal ini dapat menyebabkan proses pencairan bank garansi tidak dapat dilakukan oleh bank ketika terjadi wanprestasi. Aturan pada masing-masing penerbit bank garansi yang berbeda-beda juga menjadi penyebab gagalnya proses pencairan jaminan. Tidak sedikit bank garansi yang gagal dicairkan, dan bahkan sampai harus melalui proses persidangan.

Apabila bank garansi gagal dicairkan, bukan tidak mungkin Pejabat Pembuat Komitmen harus bertanggungjawab atas kerugian negara, karena gagalnya pencairan bank garansi berarti terdapat kerugian negara karena dana sudah dicairkan namun barang belum diterima lengkap.

Pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang tidak berhasil direalisasikan 100% atau wanprestasi, kemudian dilanjutkan proses pencairan bank garansi yang tidak mudah, sekaligus dampak bagi Pejabat Pembuat Komitmen tersebut, menjadi pemicu bagi Kementerian Keuangan untuk menyusun strategi baru dalam pengeluaran negara ketika sudah batas akhir pengajuan tagihan namun barang atau jasa belum diterima. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109 Tahun 2023 ditetapkan mekanisme pencairan melalui Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA).

Mekanisme pencairan akhir tahun melalui RPATA menggantikan peran bank garansi dalam pengeluaran negara melalui APBN.

Melalui mekanisme ini, ketika mendekati batas akhir pengajuan tagihan namun barang belum diterima, maka diajukan SPM Penampungan untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening kas negara ke rekening penampungan, selanjutnya ketika barang atau jasa sudah diterima maka diajukan SPM Pembayaran untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening kas negara ke penyedia atau rekanan sekaligus memindahbukukan sejumlah dana yang sama dari rekening penampungan ke rekening kas negara, apabila barang atau jasa tidak diterima (wanprestasi) maka diajukan SPM Penihilan untuk menihilkan rekening penampungan kembali ke kas negara.  

Pengeluaran negara melalui RPATA tentu ada ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi. Dengan demikian, pengeluaran negara tetap dapat dilakukan secara akuntabel memenuhi prinsip dibayarkan setelah barang diterima sekaligus asas satu tahun anggaran adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Tentu penerapan mekanisme baru ini akan membutuhkan usaha yang lebih agar dapat berjalan dengan sempurna. Namun, sekali lagi untuk dan menjaga prinsip pembayaran atas beban APBN dilaksanakan setelah barang/jasa diterima, tentunya sinergi antara Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Perbendaharaan dan seluruh Kementerian/Lembaga sangat diperlukan sehingga pelaksanaan anggaran di akhir tahun 2023 ini dapat berjalan dengan baik, prudent dan tepat waktu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan