Mobil Listrik Cina Kembali Guncang Pasar, Diskon Hingga Rp240 Juta

Kamis 17 Jul 2025 - 07:26 WIB
Reporter : sahri senadi
Editor : sahri senadi

RadarSelatan.bacakoran.co - Pasar otomotif Indonesia tengah mengalami perubahan besar. Dalam beberapa bulan terakhir, merek-merek mobil asal Tiongkok tampil agresif, mengguncang pasar dengan strategi harga yang luar biasa beran.

Cina memberkan diskon besarbesaran mencapai ratusan juta rupiah.

Tak hanya menawarkan teknologi modern dan desain kekinian, pabrikan asal Tiongkok juga datang dengan strategi harga yang sangat kompetitif. 

BACA JUGA:Daihatsu Sigra 2025, Mobil Keluarga Irit, Nyaman, dan Harga Tetap Terjangkau

Beberapa model mereka kini dijual jauh lebih murah dibandingkan sebelumnya, memaksa para pemain lama untuk siaga penuh menghadapi persaingan ini.

Fenomena ini bukan terjadi secara tiba-tiba. Di level global, industri otomotif Cina telah berkembang sangat pesat berkat dukungan penuh dari pemerintahnya. 

Fokus pada pengembangan kendaraan listrik, efisiensi produksi, serta kemampuan manufaktur massal membuat biaya produksi bisa ditekan secara signifikan.

BACA JUGA:Wuling Mitra EV Resmi Diluncurkan, Mobil Listrik Niaga Mulai Rp 299 Juta

Kini, lewat strategi ekspansi agresif, pasar Asia Tenggara menjadi incaran mereka, dan Indonesia menjadi target utama. 

Dengan populasi lebih dari 270 juta dan permintaan kendaraan yang terus meningkat, Indonesia adalah pasar yang sangat potensial.

Terlebih, regulasi kendaraan listrik nasional kini lebih mendukung, mulai dari insentif hingga relaksasi pajak. 

Merek-merek Cina memanfaatkan momentum ini dengan mendirikan fasilitas perakitan lokal.

Langkah ini memungkinkan mereka memotong beban pajak impor, meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta menekan harga jual secara drastis.

BACA JUGA:Resmi Dirilis! Mobil Terbaru Suzuki Liana 2026, Desain Berani, Fitur Mewah, Performa Tinggi!

Contoh paling mencolok datang dari MG4 EV, mobil listrik dengan desain sporty dan fitur modern. 

Awalnya dijual di kisaran Rp640 juta, kini setelah dirakit di Indonesia, harganya turun menjadi sekitar Rp395 juta hingga potongan harga hampir Rp245 juta, rekor baru dalam penyesuaian harga mobil nasional.

Tak hanya MG, merek Chery juga melakukan langkah serupa. Model Omoda 5, kini dikenal sebagai Chery C5, mengalami penurunan harga dari Rp346 juta menjadi sekitar Rp319 juta. 

Versi listriknya, Chery E5, bahkan mendapatkan diskon drastis hingga Rp105 juta.

Pabrikan lain seperti BAIC juga masuk ke pasar Indonesia dengan strategi agresif. 

BACA JUGA:Rekomendasi Mobil 7-Seater Harga Terjangkau untuk Keluarga di Indonesia

Model BXBJ40 Plus awalnya dijual seharga Rp790 juta, namun setelah dirakit lokal, harganya dipangkas menjadi hanya Rp690 jutaan, potongan nyaris Rp100 juta.

Penurunan harga ekstrem ini tak lepas dari efisiensi rantai produksi dan skala manufaktur besar di Tiongkok. 

Selain itu, banyak pabrikan rela memangkas margin keuntungan demi membangun fondasi pasar jangka panjang di negara berkembang seperti Indonesia.

Konsumen tentu diuntungkan. Kini, dengan harga di kisaran Rp300-400 jutaan, masyarakat bisa mendapatkan kendaraan dengan fitur lengkap, teknologi canggih, serta sistem hiburan modern, bahkan untuk jenis mobil listrik.

BACA JUGA:KG Mobility Action Sports 2026, Truk Pikap Masa Depan dengan Jiwa Petualang

Namun, di balik keuntungan bagi konsumen, fenomena ini menjadi tantangan besar bagi pemain lama, terutama merek-merek Jepang dan Korea yang selama ini mendominasi pasar nasional. 

Mereka dihadapkan pada dilema: apakah akan ikut menurunkan harga atau tetap bertahan dengan kekuatan merek dan loyalitas pelanggan lama?

Tidak hanya soal reputasi, tetapi siapa yang paling cepat beradaptasi dengan tren dan kebutuhan pasar.

Gelombang besar ini juga mendorong pemerintah untuk meninjau ulang strategi industri otomotif. 

Dengan makin banyaknya pabrikan asing yang memproduksi secara lokal, penting untuk memastikan bahwa transfer teknologi, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan TKDN benar-benar terwujud.

Indonesia tak boleh hanya menjadi “tempat perakitan”, tapi harus mampu mengambil keuntungan jangka panjang dari ekspansi besar-besaran ini. (**)

Kategori :