radarselatan.bacakoran.co - Di beberapa daerah di Pasemah ditemukan banyak peninggalan situs situs megalitik.
Situs megalitik ini membuktikan bahwa peradaban nenek monyang kala itu sudah mulai berkembang.
Sebagian masyarakat lokal menghubungkan situs megalitik di daerah Pasemah ini dengan sosok legenda Si Pahit Lidah, manusia sakti dari Sumatera Selatan yang memiliki kesaktian menyumpah menjadikan apapun menjadi batu.
BACA JUGA:Prasasti Petak, Pesan Terakhir Prabu Grindrawardana Raja Terakhir Majapahit
Namun terlepas dari legenda itu, ada sejarah yang menyebutkan bahwa menjelang abad pertama Masehi, kelompok-kelompok manusia dari arah utara bermigrasi memasuki pulau Sumatera.
Mereka adalah penutur bahasa Austronesia, bagian dari gelombang migrasi terakhir yang dimulai oleh nenek moyang mereka sekitar 3000 tahun sebelum Masehi dari daratan Asia.
BACA JUGA:6 Situs Peninggalan Sejarah Di Jambi, Unik Dan Menyimpan Cerita Legenda, Bukti Peradaban Masa Lampau
Setelah menyeberang ke pulau Formosa (Taiwan) dan melintasi Laut Cina Selatan, para migran Austronesia dan keturunannya menetap di daerah dataran tinggi kawasan Bukit Barisan.
Beberapa kelompok memilih untuk tinggal di wilayah yang berada di kaki gunung Dempo, khususnya di lereng-lereng dan dataran lembahnya.
BACA JUGA:Misteri Peradaban Kuno Di Pasemah Sumatera Selatan, Situs Megalitik Buktinya
Pilihan mereka terbukti tepat, mereka menemukan sebuah daerah yang sangat subur, kaya akan sumber makanan, dengan sungai-sungai yang mengalir tanpa henti dan hewan buruan yang melimpah.
Lingkungan yang ideal ini sangat sesuai untuk masyarakat migran Austronesia yang berkarakter agraris, yang telah mewarisi pengetahuan bercocok tanam dan domestikasi hewan dari nenek moyang mereka.
BACA JUGA:Situs Megalitik Tinggi Hari Lahat, Jejak Sejarah Melegenda, Benarkah Ulah Si Pahit Lidah?
Wilayah tersebut juga kaya akan bongkahan batuan vulkanik, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Masyarakat migran ini terbagi dalam beberapa kelompok yang saling terhubung secara historis, dan wilayah mereka kemudian dikenal sebagai Pasemah, yang meliputi Kabupaten Lahat, Kota Pagaralam, dan Kabupaten Empat Lawang di Provinsi Sumatera Selatan.
Kesatuan budaya Pasemah ditandai oleh penyebaran peninggalan megalitik dengan gaya dan ciri yang sama.
BACA JUGA:Situs Megalitikum Tebing Tinggi Pagar Alam, Bukti Peninggalan Sejarah di Tanah Besemah
Di Pasemah, terdapat lebih dari 60 situs megalitik yang menyimpan ribuan artefak arkeologis, seperti menhir, dolmen, arca manusia dan hewan, serta lukisan dinding.
Kemudian datanglah nenek monyang orang Pasemah dari berbagai suku seperti dari Jalang, Semidang, dan Rejang ke daerah itu.
BACA JUGA:Bukan di Jawa, Situs Megalitik Terbesar di Indonesia Ternyata Ada Di Sumatera, Ini Lokasinya
Kemudian mereka hidup membaur dan mendukung keturunan migran Austronesia para pemilik budaya megalitik yang awalnya datang dari Austronesia.
Budaya megalitik tersebut berakar pada tradisi pemujaan arwah leluhur, dengan keyakinan bahwa kehidupan merupakan kesatuan antara alam semesta, manusia, dan dimensi lain.
BACA JUGA:Candi Tondowongso, Situs Kerajaan Kediri Kuno yang Terlupakan, Kondisinya Memilukan
Mereka percaya bahwa arwah leluhur tinggal di tempat-tempat yang dianggap suci, dan monumen megalitik dibangun sebagai medium pemujaan untuk menghubungkan mereka dengan arwah leluhur demi keselamatan dan kesejahteraan.
Budaya megalitik mencapai puncaknya pada zaman logam, di mana alat logam memungkinkan pembuatan medium pemujaan yang lebih kompleks.
BACA JUGA:Masih Banyak Situs Budaya di Bengkulu Selatan Belum Tereksplorasi
Masyarakat Pasemah terlihat cukup maju, sudah menguasai teknik pengecoran logam untuk membuat alat-alat pahat untuk mengukir peninggalan megalitik.
Kehidupan masyarakat Pasemah sangat sejahtera, sehingga mereka memiliki cukup waktu untuk menciptakan berbagai monumen megalitik.
Dengan kekayaan alam yang melimpah, mereka merasa perlu memberikan penghormatan kepada arwah nenek moyang sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah yang diterima.
BACA JUGA:Para Ilmuan Bingung, Inilah 12 Situs Arkeolog aneh dan Misterius di Dunia
Gunung Dempo, sebagai tempat suci, dianggap memiliki kekuatan yang memengaruhi kehidupan masyarakat.
Masyarakat Pasemah mempertahankan tradisi megalitik hingga abad pertama Masehi, meskipun wilayah lain di Sumatera mulai beralih ke peradaban Hindu-Buddha.
Ini menunjukkan ketahanan budaya mereka, yang tetap terjaga berkat interaksi harmonis dengan lingkungan.
Tradisi megalitik ini mencerminkan kehidupan agraris yang sejahtera, di mana penghormatan terhadap alam dan lingkungan menjadi bagian penting dari budaya mereka.
BACA JUGA:10 Candi Paling Megah dan Populer di Indonesia, Semuanya Ada Di Pulau jawa, Ini Daftarnya
Seiring perjalanan waktu, pengarus islam masuk ke Pasemah, sehingga zaman megalitik beralih ke peradaban baru di bawah pengaruh islam.
Walaupun zaman, peradaban dan kepercayaan masyarakat sudah berubah, tetapi bukti sejarah kejayaan masa megalitik di bumi Pasemah masih ada terlihat kokoh hingga saat ini. (**)