Rohidin Keberatan Dibebankan Bayar Uang Pengganti Rp39 Miliar, Akui Tidak Merugikan Negara

KETIGA terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim dan JPU KPK-Lisa Rosari-radarselatan.bacakoran.co
RadarSelatan.bacakoran.co, BENGKULU - Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah menyampaikan nota pembelaan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi untuk kepentingan Pilkada 2024.
Selain Rohidin, dua terdakwa lainnya yakni mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu dan mantan ajudan Rohidin, Evriansyah alias Anca juga menbacakan nota pembelaan, yang disampaikan secara pribadi dan juga melalui kuasa hukumnya.
BACA JUGA:Proses Verifikasi Berkas PPPK Tahap I Kaur Rampung, NI Siap Diusulkan
BACA JUGA:Revitalisasi Fasilitas Sekolah Dimulai, Bupati H. Rifai Lakukan Peletakan Batu Pertama
Dalam nota pembelaan itu, Rohidin mempertanyakan hukuman tambahan yang diberikan JPU dalam tuntutannya yakni berupa membayar uang pengganti Rp39 Miliar. Dalam fakta persidangan sebelumnya, Rp39 miliar merupakan uang yang berhasil dikumpulkan Rohidin melalui Evriansyah alias Anca, yang digunakan untuk kepentingan Pilkada. Uang tersebut merupakan sumbangan dari kepala OPD, ASN dan juga penguasaha.
"Saya dibebankan uang pengganti Rp39 miliar, padahal saya tidak timbulkan kerugian negara, karena itu bukan dari APBN, APBD
atau anggaran lain dri pemerintah. Sehingga hal itu sangat tidak berdasar," kata Rohidin.
Rohidin juga mempertanyakan dakwaan JPU yang menjeratnya dengan pasal pemerasan. Padahal, menurutnya, tidak ada paksaan dari dirinya berdasarkan fakta sidang yang disampaikan oleh para kepala OPD saat menjadi saksi. Bukan hanya itu, para pengusaha yang memberikan sumbangan dengan sukarela dan tidak ada imbalan.
BACA JUGA:2 Peninggalan Sejarah di Seluma Diusulkan Jadi Cagar Budaya
BACA JUGA:Yevri: Aplikasi Srikandi Harus Dikelola Dengan Baik
"Saya juga tidak marah jika ada kepala OPD yang tidak mendukung saya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Rohidin juga mempertanyakan status tersangka dirinya oleh KPK yang dilakukan beberapa hari sebelum masa pencoblosan. Padahal, katanya, berdasarkan kesepakatan KPK dengan pihak Kejagung, menyatakan untuk menunda proses hukum calon kepala daerah selama gelaran Pilkada 2024. Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh juru bicara KPK Tessa Mahardhika.
Rohidin melanjutkan, setelah ditahan, status dirinya yang menjadi tersangka langsung diumumkan di TPS - TPS. Pada hari pncoblosan, petugas KPPs mengumumkan lisan jika dirinya menjadi terdangka dan ditahan KPK.
"Apa yang saya alami seperti sudah terencana sistematis dan masif. Atas kejadian ini saya sempat berfikir keras, siapa dibelakang Ini semua. Ada tanda tanya besar terlintas buruk dipikiran saya, diperkuat dri informasi salah satu teman saya saat saya di Minggu pertama di KPK," ujarnya.
BACA JUGA:Sosialisasi Kebijakan DAK 2026, Ini Yang Harus Dilakukan Daerah
BACA JUGA:Serap Masukan Mitra Kerja dan Aspirasi Publik, KPPN Manna Gelar Forum Konsultasi Publik
Dalam pembelaan itu, Rohidin juga meminta semua aset yang disita KPK berupa rumah dan tanah dapat dikembalikan. Uang tersebut murni berasal dari pendapatamnya yang sah selama menjabat sebagai kepala daedah sejak tahun 2016. Selain itu juga ada sumber pendapatan lainnya yakni honormya menjadi dosen, serta penghasilan istri sebagai ketua PKK dan dekranasda.
"Aset itu tidak ada hubungan dengan perkara yang didakwakan. Penyitaan uang Rp 7 miliar, uang pribadi pendapatan sah dari 2016 sampai 2024. Saya minta dikembalikan kepada kami. Msaya bisa pastikan uang sah dan bersumber dari pendapatan kami," tegasnya.
Untuk itu, Rohidin meminta kepada majelis hakim mengadilinya dengan undang-undang yang sesuai, memberikan hukuman sesuai tingkat kesalahan, mengembalikan aset yang disita, membebaskan dari tuntutan uang pengganti.
BACA JUGA:Masih Ribuan Rumah Di Bengkulu Selatan Tak Layak Huni
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Bakal Renovasi Rumah 32 Pejuang Veteran
"Saya mengakui kesalahan, saya akan ambil risikonya. Untuk itu, saya minta kepada majelis hakim adili saya dengan undang-undang yang sesuai, hukum saya sesuai tingkat kesalahan, kembalikan aset kepada anak dan istri saya, bebaskan saya dari tuntutan uang pengganti," katamya.
Sementara itu, Isnan Fajri juga mempertanyakan status tersangka yang dialamatkan padanya. Menurut Isnan, ia hanya mematuhi perintah Rohidin Mersyah yang saat itu menjadi Gubernur Bengkulu.
Isman mengakui, menjadi ketua Tim pemenangan di Bengkulu Selatan. Namun perannya tersebut sama dengan para kepala OPD di Pemprov Bengkulu yang dihadirkan sebagai saksi.
"Saya hanya melaksanakan perintas atasan. Jika hal - hal yang saya lakukan dinilai sebagai perbuatan pidana, saya meminta majelis hakim memberikan hukuman yang seringan - ringannya," ujar Isnan.
Evriansyah alias Anca dalam pembelaannya menegaskan bahwa dirinya bukan seorang koruptor. Ia hanya bertugas melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh Rohidin Mersyah. Anca mengaku tidak mengambil keuntungan dari peristiwa tersebut.
"Saya bukan koruptor. Saya hanya menjalankan perintah dan tugas kata Anca. Saya meminta dibebaskan dari segala tuntutan," kata Anca.
BACA JUGA:Bengkulu Segera Buka Seleksi Calon Komisioner KPID