Sejarah Gurun Sahara, Daerah Subur Yang Berubah Menjadi Gersang, Bukti Besarnya Kekuatan Alam

Penampakan gurun sahara yang gersang-istimewa-radarselatan.bacakoran.co

radarselatan.bacakoran.co - Ketika mendengar nama Gurun Sahara bayangan kita langsung tertuju pada sebuah wilayah yang luas dan gersang.

Memang kenyataannya saat ini seperti itu, namun dibalik Gurun Sahara yang gersang ternyata ada fakta menarik yang berbeda 190 derajat dari kenyataan saat ini.

Sahara, gurun terbesar di dunia, dulunya bukanlah sekadar hamparan pasir seperti yang kita kenal sekarang.

BACA JUGA:Mengejutkan, Peneliti UGM Temukan Gua Baru di Gunungkidul, Sangat Indah, Namun

Sekitar 10 hingga 12 ribu tahun yang lalu, wilayah ini adalah sumber kehidupan yang subur.

Sahara kala itu adalah oasis raksasa, sebuah surga tropis dengan sungai-sungai berkelok, danau yang berkilau, serta hutan lebat.

Flora dan fauna seperti gajah, badak, dan bahkan kuda nil hidup bebas di sana. Sahara merupakan simbol keindahan dan kesuburan dunia yang hampir tidak bisa dipercaya jika dilihat hari ini.

BACA JUGA:Pemukiman Paling Unik Di Indonesia, Bernuansa Kerajaan, Matahari Hanya Nampak Selama 7 Jam

Penelitian arkeologi telah menemukan fosil hewan-hewan seperti ikan, buaya, kuda nil, dan bahkan badak, yang membuktikan bahwa Sahara dulu dipenuhi air yang mendukung kehidupan hewan-hewan besar.

Selain fosil, seni batu kuno yang tersebar di seluruh Sahara juga menceritakan kisah kehidupan masa lalu, dengan ukiran-ukiran yang menggambarkan perburuan, kawanan sapi, dan manusia yang berenang di sungai serta danau.

Gambar-gambar ini adalah jendela menuju masa lalu, saat Sahara dipenuhi padang rumput hijau dan air yang melimpah.

BACA JUGA:8 Jenis Padi Super Unggul, Cocok Ditanam Awal Tahun 2025, Produksi Tinggi, Tahan Hama

Sekitar 10.000 tahun lalu, Sahara memiliki Danau Megacat, sebuah danau raksasa dengan luas sekitar 400.000 km persegi, lebih besar dari Inggris Raya.

Danau ini menyuburkan tanah di sekitarnya dan memberi kehidupan bagi berbagai flora dan fauna.

Selain itu, citra satelit mengungkapkan jejak-jejak sungai purba yang mengalir di bawah pasir Sahara, membuktikan bahwa air pernah mengalir bebas di wilayah ini.

Salah satu penemuan paling mencengangkan adalah Sungai Timeless, sungai purba yang dulunya mengalir dari pegunungan Tengah Afrika Utara menuju Samudra Atlantik.

BACA JUGA:4 Pantai Favorit di Kabupaten Kaur, Rekomendasi Tempat Berlibur Tahun Baru 2025, Pemandangannya Memukau

Meskipun sekarang sungai ini telah kering, jejak-jejaknya tetap tertinggal di bawah lapisan pasir.

Namun, Sahara yang hijau dan subur kini hanya tinggal kenangan. Sekitar 5.000 tahun yang lalu, perubahan orbit bumi yang dikenal sebagai siklus Milankovitch mengubah sudut dan intensitas sinar matahari yang jatuh di wilayah ini, mengurangi musim hujan yang sebelumnya menopang kehidupan.

Perlahan, Sahara mulai mengering. Tanaman hijau memudar menjadi coklat, pohon-pohon mati, dan sungai-sungai mengecil hingga akhirnya menghilang.

Angin yang kencang membawa pasir dan debu, mengubah Sahara menjadi lautan bukit pasir yang tandus.

BACA JUGA:Pantai Nampu, Destinasi Wisata Yang Menarik, Cocok Dijadikan Tempat Liburan Tahun Baru 2025

Saat ini, Sahara semakin meluas. Aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan perusakan ekosistem mempercepat proses penggurunan.

Setiap tahun, Sahara meluas sekitar 48 km ke selatan, melahap lahan subur seperti monster kelaparan yang tak terpuaskan.
Penggurunan mengancam ekonomi negara-negara yang bergantung pada pertanian dan peternakan. Kelangkaan air, yang dulu melimpah, menciptakan efek domino yang menghancurkan.

BACA JUGA:Polisi Sita Puluhan Liter Tuak, dan Sajam

Tanpa air, tanaman layu, ternak mati, dan manusia mulai menderita.

Tanah yang dulu subur berubah menjadi gurun kering yang tak bisa menopang kehidupan. Erosi oleh angin semakin merusak, dan badai pasir semakin ganas, meratakan segala sesuatu yang dilaluinya.

Ekosistem yang rapuh hancur begitu cepat, dan keragaman hayati yang ada hampir mustahil dipulihkan.

Negara-negara yang berada di sekitar Sahara, seperti Chad, Mali, Niger, dan Sudan, kini menghadapi krisis parah.

Kekeringan yang panjang menyebabkan kelaparan, kemiskinan, dan konflik atas sumber daya yang semakin menipis.

BACA JUGA:7 Kota Terdingin di Pulau Sumatera, Pagar Alam Nomor 1, Ini Daftar Kotanya

Badai pasir yang lebih sering menghalangi sinar matahari, menghancurkan tanaman, dan membawa penyakit.

Danau Chad, yang dulunya menjadi oasis bagi lebih dari 30 juta orang, kini telah menyusut lebih dari 90% dalam enam dekade terakhir.

Para petani dan nelayan yang mengandalkan danau ini kini harus berjuang di tanah yang kering dan retak, di mana ikan menghilang dan tanaman gagal tumbuh.

Konflik atas sumber daya semakin sering terjadi, memperburuk ketegangan etnis dan agama di wilayah tersebut.

Di wilayah Sahel, yang memisahkan Sahara dari daerah subur di selatan, sekitar 15 juta orang menggantungkan hidup pada pertanian dan peternakan.

BACA JUGA:10 Kota Terpanas di Indonesia, Siapkan Kipas Saat Berkunjung, Suhunya Mencapai Sepertiga Titik Didih

Namun, penggurunan telah membuat tanah semakin tandus. Produktivitas pertanian di Sahel menurun drastis hingga 40% dalam 20 tahun terakhir, dan sekitar 24 juta orang mengalami kekurangan pangan yang akut pada tahun 2020.

Suku-suku pengembala, seperti Tuareg dan Berber, yang telah hidup di Sahara selama berabad-abad, kini harus mencari padang rumput yang semakin langka.

Konflik antara pengembala dan petani semakin sering terjadi, dengan kekerasan yang meningkat setiap tahun.

Dampak penggurunan Sahara juga terasa di luar wilayah Afrika. Setiap tahun, sekitar 182 juta ton debu Sahara terangkat oleh angin dan terbawa melintasi benua, mencapai Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan bahkan Asia.

BACA JUGA:Ko Panyi, Desa Terapung di Thailand, Dibangun Orang Indonesia Penduduknya Manyoritas dari Pulau Jawa

Pada tahun 2020, badai pasir Sahara yang dikenal sebagai Godzilla melintasi Samudra Atlantik dan mencapai wilayah Karibia dan Amerika Serikat, membawa partikel debu yang mengganggu kualitas udara dan meningkatkan risiko masalah pernapasan.

Sahara kini menjadi gurun terluas di dunia, dengan luas sekitar 9,2 juta km². Wilayah ini membentang dari Samudra Atlantik hingga Laut Merah, melintasi 11 negara. Jika Sahara diletakkan di atas peta Indonesia, pasirnya akan menutupi seluruh kepulauan nusantara.

Sahara dikenal dengan suhu ekstrem, yang dapat mencapai lebih dari 50 derajat Celsius pada siang hari dan mendekati 0 derajat Celsius pada malam hari.

BACA JUGA:Unik Desa Ini Terapung Di Atas Danau, Umurnya Sudah Ratusan Tahun, Dihuni Ribuan Orang

Kondisi ini merupakan ujian berat bagi setiap makhluk hidup. Selain itu, badai pasir raksasa yang melanda Sahara dapat menghancurkan apa saja di jalurnya, memaksa manusia dan hewan untuk mencari perlindungan atau menghadapi kematian.

Meskipun kondisi di Sahara sangat ekstrem, kehidupan tetap ada.

Suku-suku tangguh seperti Tuareg dan Berber mampu bertahan di wilayah ini. Mereka beradaptasi dengan kerasnya kehidupan gurun, mengandalkan keterampilan bertahan hidup yang luar biasa, seperti menggembala unta dan menemukan sumur tersembunyi.

BACA JUGA:Lembah Nan Indah di Pegunungan Alpen, Tempat Sakral Namun Eksotik yang Bernama Bavona

Mereka juga membangun sistem irigasi yang cerdas untuk mengatasi kekeringan, seperti sistem Konat yang memungkinkan air dari sumber bawah tanah disalurkan ke ladang pertanian mereka.

Sahara adalah kisah epik tentang perubahan dan evolusi, serta tentang kehidupan yang bertahan di tengah tantangan alam yang ekstrem. Namun, penggurunan yang semakin meluas mengancam untuk menghapuskan kehidupan di sana.

Upaya-upaya untuk memerangi penggurunan, seperti proyek "Green Wall" yang berusaha menanam pohon dan menghentikan perluasan gurun, adalah langkah penting untuk mencegah bencana global ini semakin parah.

Penggurunan bukan hanya masalah lokal, tetapi bencana global yang mengancam kemampuan bumi untuk mendukung kehidupan.

Fenomena ini menyebabkan hilangnya lahan pertanian yang dapat menanam pangan untuk jutaan orang, mengubah wajah planet ini dengan luka terbuka yang semakin sulit dipulihkan. (**)

Tag
Share