Keunikan Desa Sade di Lombok, Mirip Suku Badui Di Lebak Banten, Ada Tradisi Kawin Culik

Minggu 13 Oct 2024 - 08:56 WIB
Reporter : sahri senadi
Editor : sahri senadi

radarselatan.bacakoran.co - Provinsi Lombok menyimpan sebuah pemukiman yang unik dan menarik untuk dijadikan tujuan wisata.

Bukan saja penampakan pemukimannya yang unik, budaya dan adat istiadat masyarakatnya juga menarik untuk diketahui.

Pemukiman ini Bernama Desa Sade di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Salah satu tradisi paling nik di desa ini adalah ritual awin culik.

BACA JUGA:Keindahan dan Pesona Pantai Mawun di Lombok, Pantai Yang Dikeliling Perbukitan, Ini Rutenya

Desa Sade adalah tempat wisata adat dan budaya suku Sasak. Suku Sasak di Desa Sade masih menjaga tradisi dan adat istiadat mereka dengan kuat, meskipun ada dampak dari perkembangan modern.

Kondisinya mirip dengan Suku Badui di Lebak Banten Jawa Barat.

Masyarakat Desa Sade, beragama Islam, hidup dengan berbagai pekerjaan, seperti petani, penenun, dan pemandu wisata atau tourguide. Para gadis di Desa Sade harus memiliki kemampuan menenun.



Seorang gadis tidak boleh menikah jika dia tidak dapat menenun. Sehingga wanita di Desa Sade bekerja sebagai penenun. Jadi, ada banyak penjual kain tenun disepanjang jalan dan rumah di Perkampungan Tradisional Suku Sasak.

Sejak 1975 Desa Sade di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) banyak dikunjungi wisatawan.

Seiring perjalanan Waktu jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat. Apalagi sejak peresmian Bandara Internasional Lombok Praya pada 2011.

BACA JUGA:Pesona dan Keindahan Gunung Rinjani, Gunung di Lombok Favorit Pendaki, Ini Info Lengkapnya

Masyarakat Desa Sade masih melestarikan keunikan adat Suku Sasak, seperti bentuk bangunan, tradisi kawin culik, dan masih banyak lagi.

Dengan keberagaman budaya dan keunikan itu, Desa Sade menjadi destinasi yang menarik.

Lokasi Desa Sade yang cukup strategis menjadikannya objek wisata yang mudah diakses.

BACA JUGA:Pantai Pink Lombok, Daya Tarik, Lokasi, Fasilitas dan Tiket Masuk

Tepatnya di Jalan Raya Praya-Kita, Desa Rembitan, Pujut, atau 43 kilometer dari Kota Mataram. Perjalanan ke Desa Sade memakan waktu lebih kurang satu jam jika mengendarai kendaraan roda empat.

Desa Sade memiliki luas 5,5 hektare dengan 150 rumah berdiri di atasnya. Setiap rumah terdiri dari satu kepala keluarga, dengan jumlah seluruh penduduk sekitar 700 orang.

BACA JUGA:Pantai Nabire, Menawarkan Pemandangan Sunset dan Kelezatan Kuliner

Desa Sade dipimpin seorang kepala dusun yang dipilih berdasarkan musyawarah. Penduduk di sana menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari-hari.

Pelafalan aksara yang digunakan hampir sama dengan bahasa Jawa. Yakni Ha Na Ca Ra ka yang diucapkan menjadi He Ne Ce Re Ke.

Mata pencaharian orang Sade mayoritas memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Misalnya, jadi petani, petenak, penenun, pemandu wisata, dan penjual aksesori.



Para pria mayoritas bekerja sebagai petani di ladang. Sementara, para perempuan mayoritas bekerja sebagai penenun.

Dilansir dari berbagai sumber, ada beberapa versi berbeda terkait sejarah Desa Sade. Versi yang dikenal saat ini mengatakan nenek moyang orang Sade berasal dari Jawa. Yakni, leluhur Hama Ratu Mas Sang Haji.

BACA JUGA:Keindahan Pantai Pasir Putih Mingar, Pusat Kuliner Sedap di Nusa Tenggara Timur

Ada juga yang mengatakan orang Sade merupakan warga Kerajaan Hindu-Buddha yang dipimpin Raja A A Gede Karangasem.

Hal ini dapat terlihat dari bentuk-bentuk rumah penduduk berdasarkan tiga tangga, yang merupakan simbol dari waktu telu.

BACA JUGA:Pantai Serenting, Pantai Yang Indah dan Polpuler Dekat Sirkuit Mandalika

Budaya menenun cukup populer di kalangan perempuan di Desa Sade. Perempuan Sasak mulai belajar menenun sejak usia tujuh hingga 10 tahun.

Karenanya, menenun menjadi profesi yang digeluti perempuan Sasak ketika masa panen telah berakhir. Selain itu, orang Sasak di Desa Sade percaya bahwa perempuan Sasak wajib menguasai keterampilan menenun sebelum menikah.

BACA JUGA:Pantai Semeti, Indah dan Mempesona, Ini Lokasi dan Info Lengkapnya

Salah satu produk hasil tenunan di Desa Sade adalah kain songket, yang terbuat dari benang emas atau perak yang ditenun bersamaan dengan katun atau sutra.

Untuk membuat sehelai Songket, dibutuhkan kain sepanjang dua meter dengan waktu pengerjaan selama dua sampai tiga minggu.

BACA JUGA:Pantai Kuta Mandalika, Destinasi Wisata Bahari di Lombok, Info Harga Tiket dan Daya Tariknya

Tradisi awin culik adalah tradisi pernikahan khas orang Sasak di Desa Sade. Pemuda Sasak yang ingin menikah akan menculik calon mempelainya saat malam hari.

Setelah aksi culik-menculik, mempelai pria akan membawa calon istrinya ke rumah kerabat. Setelah itu, pembicaraan soal pernikahan akan dibahas oleh keluarga dari kedua mempelai keesokan harinya.

BACA JUGA:Gunung Ile Api, Guning Tertinggi Di Pulau Lembata, Cocok Untuk Lokasi Wisata

Terdapat perbedaan soal mahar atau mas kawin. Bagi pria Sasak yang menikahi perempuan dari desa yang sama, hanya diwajibkan menyerahkan mas kawin Rp 100 ribu.

Berbeda jika si mempelai pria menikahi gadis dari desa atau daerah lain, mas kawin yang wajib diserahkan setara dua ekor kerbau.

BACA JUGA:Cerita dan Legenda Pemandian Sumber Jenon, Wisata Air Di Desa Gunung Renggo Malang

Rumah adat di Desa Sade memiliki ciri khas atau arsitektur tiga tipe rumah menurut penggunaannya.

Pertama, Bale Bonter, yaitu rumah pribadi para pejabat desa. Lalu, ada Bale Kodong, rumah untuk pasangan yang baru menikah atau orang tua yang ingin menghabiskan masa tuanya.

Tipe rumah selanjutnya, Bale Tani yang digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat umum.

BACA JUGA:Menyusuri keindahan Gua Berangin Di Desa Gunung Batu, Gua Purba Yang Penuh Kejutan

Warga Sasak yang menempati Bale Tani punya kebiasaan unik membersihkan rumah menggunakan kotoran kerbau.

Konon masyarakat setempat percaya kotoran kerau menjadi anti serangga dan menangkal serangan berbau mistis.

Ketika mengunjungi Desa Sade, wisatawan akan disambut pemandu wisata berbusana adat setempat.

Kategori :