Angin Segar Terpa Petani Kopi Indonesia, Harga Kopi Akan Mahal Dalam Waktu Lama, Ini Penyebabnya
MATI: Tanaman kopi mati akibat embun beku di Brazil-istimewa-radarselatan.bacakoran.co
radarselatan.bacakoran.co - Angin segar menerpa para petani kopi di Indonesia. Bukan saja karena saat ini harga biji kopi sedang tinggi, namun beberapa pihak memprediksi harga kopi ini akan bertahan dalam waktu lama.
Tingginya harga biji kopi saat ini dipicu turunnya produksi kopi di Negara Brazil, yang berdampak pada merosotnya cadangan biji kopi dunia.
Bencana embun beku telah menghancurkan perkebunan kopi di Brazil. Tanaman kopi menjadi mati dan produksi terhenti.
BACA JUGA:3 Pemukiman Menakjubkan Tersembunyi di Gurun Pasir, Masyarakatnya Hidup Sejahtera, Ini Nama Daerahnya
Hampir setiap musim kemarau di Brazil akan terjadi bencana embun beku. Namun selama ini dampaknya tidak terlalu besar.
Nah tahun ini bencana embun beku ini meluas hampir ke seluruh wilayah perkebunan kopi di Brazil.
Akibatnya perkebunan kopi di Brazil menjadi rusak dan produksinyapun turun.
Tahun 2021 lalu, bencana embun beku juga melanda Brazil, namun kala itu kerusakan tidak terlalu parah seperti yang terjadi tahun ini.
BACA JUGA:Suzuki Kembali Bikin Kejutan, Rilis Mobil Baru Harga Rp 105 Juta, Pemakaian BBM Super Irit, Ini Mobolnya
Cuaca sangat dingin menyebabkan cairan dalam tanaman membeku, merusak jaringan tanaman dan mengakibatkan kematian tanaman.
Pada tanaman kopi, embun beku dapat menyebabkan daun, ranting, bahkan batang mati, menghentikan produksi.
Serangan embun beku juga menyebabkan busuk pada buah kopi dan penurunan hasil panen.
Para petani kopi di Brazil telah melakukan pemangkasan total pada tanaman mereka untuk merangsang pertumbuhan baru, namun embun beku ini telah membuat harapan panen yang lebat terhenti.
BACA JUGA:5 Jenis Ikan Pembawa Keberuntungan, Cocok Dipelihara Dalam Akuarium, Ini Jenis Ikannya
Serangan embun beku tahun ini diprediksi sebagai yang terburuk dalam 27 tahun terakhir sejak tahun 1994.
Hal ini mengancam persediaan biji kopi dunia dan telah menyebabkan lonjakan harga kopi.
Pada tahun 1994, harga biji kopi arabika melonjak hingga delapan dolar per kilogram, dua kali lipat dari sebelumnya. Kenaikan harga kopi terjadi juga pada tahun 2011 dan 2012 akibat kerusakan pada perkebunan Brazil.
Krisis biji kopi dunia dapat menjadi lebih panjang jika tanaman yang baru ditanam mati akibat embun beku, karena penggantian tanaman membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun.
BACA JUGA:5 Tips Memelihara Ikan Mas Koki Bagi Pemula, Dijamin Ikan Sehat dan Lincah
Kondisi ini tentu menguntungkan bagi petani kopi di Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dan terhindar dari serangan embun beku.
Turunnya stok biji kopi dunia akibat merosotnya produksi kopi Brazil ini bisa harga kopi mahal di tanah air bertahan dalam waktu lama.
Saat ini harga biji kopi di Indonesia sudah diatas Rp 60 ribu. Harga ini menjadi yang termahal sepanjang sejarah.
Harga biji kopi di Indonesia pernah mahal pada tahun 1998, saat krisis moneter melanda Indonesia.
Namun harganya jauh dibawah harga saat ini.
BACA JUGA:Peluang Usaha Cepat Hasilkan Uang, Budidaya Jamur Dengan Media Bonggol Jagung, Seperti Ini CaranyaNaiknya harga biji kopi ini berdampak besar terhadap kesejahteraan petani kopi di Indonesia.
Ada puluhan ribu petani kopi tersebar di seluruh Indonesia yang akan merasakan dampak positif dari kenaikan harga kopi ini.
Di Indonesia ada 10 provinsi penghasil kopi terbesar nasional. Pertama ada Provinsi Sumatera Selatan yang mampu memproduksi biji kopi 212,4 ribu ton pada tahun 2022.
Posisi kedua ada Provinsi Lampung yang bisa memproduksi kopi 124,5 ribu ton tahun 2022.
Posisi ketiga Provinsi Sumatra Utara, tahun 2022 Sumatera Utara memproduksi biji kopi 87 ribu ton.
Posisi Keempat ada Provinsi Aceh, wilayah paling ujung barat Indonesia ini mampu memproduksi biji kopi 75,3 ribu ton pada tahun 2022.
BACA JUGA:Peluang Usaha Pertanian, Lahan Sempit, Modal Rp 80 Ribu Hasil Rp 3 Juta, 20 Hari Panen
Posisi ke lima ditempati Provinsi Bengkulu, daerah ini mampu memproduksi biji kopi 60,1 ribu ton.
Kemudian Jawa Timur 45,8 ribu ton, Sulawesi Selatan 29,4 ribu ton, Jawa Tengah 26,9 ribu ton, Nusa Tenggara Timur 26,6 ribu ton dan Jambi 19,5 ribu ton. (**)