Kesembilan, Palestina telah melahirkan ribuan ulama dan tokoh-tokoh Islam terkemuka yang berkhidmah untuk Islam. Tercatat para ulama yang lahir atau pernah tinggal di Palestina adalah Imam Malik bin Dinar, Imam Sufyan ats-Tsauri, Imam Ibnu Syihab az-Zuhri, Imam asy-Syafi’I, dan masih banyak lagi yang lain.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itulah, Sultan Mahmud Nuruddin Zanki pernah mengucapkan sebuah perkataan yang fenomenal: “Aku malu kepada Allah untuk tersenyum sedangkan Baitul Maqdis masih terjajah.”
Sultan Abdul Hamid II bahkan pernah mengatakan: “Saya tidak akan menjual sejengkal tanah pun dari bumi Palestina.” Beliau katakan itu dengan tegas dan penuh keberanian pada saat menolak sogokan uang dalam jumlah sangat besar dari orang-orang Zionis Yahudi yang ingin menempati sebagian wilayah Palestina.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Tidak kalah fenomenal adalah Sultan Shalahuddun al-Ayyubi. Didorong oleh kecintaannya yang mendalam kepada bumi Palestina, pada tanggal 27 Rajab 583 H, beliau berhasil membebaskan Baitul Maqdis, Palestina. Ketika ingin membebaskan Baitul Maqdis, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tidak langsung menyiapkan tentara dan peralatan perang.
Akan tetapi yang mula-mula beliau lakukan adalah mempersatukan umat Islam dalam satu ikatan aqidah yang benar, yaitu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut beliau, kesatuan aqidah akan melahirkan kesatuan hati.
Kesatuan hati antar umat Islam adalah kekuatan dahsyat yang tidak akan dikalahkan oleh siapa pun. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu, beliau memerintahkan setiap juru adzan di semua wilayah yang beliau kuasai untuk mengumandangkan aqidah Asy’ariyyah setiap hari sesaat sebelum adzan shubuh.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Sultan Shalahuddin al-Ayyubi adalah penganut mazhab Syafi’i dalam fiqih dan pengikut mazhab Asy’ari dalam aqidah.
Sang sultan memiliki perhatian yang sangat besar dalam penyebaran aqidah Asy’ariyyah. Beliau adalah seorang sultan yang hafal Al-Qur’an, hafal kitab at-Tanbih, sebuah kitab yang menjelaskan tentang fiqih mazhab Syafi’i, dan hafal kitab al-Hamasah, sebuah kitab himpunan bait-bait syair.
Sultan Shalahuddin, sebagaimana dijelaskan Imam as-Suyuthi dalam al-Wasa’il fi Musamarah al-Awa’il adalah seorang yang memegang teguh ajaran agama, wara’, pejuang, mujahid dan seorang yang bertakwa.
Melihat perhatian khusus Sultan Shalahuddin terhadap penyebaran aqidah Asy’ariyyah, Syekh Muhammad bin Hibatillah al-Barmaki lalu menyusun kitab yang berisi bait-bait nazham dalam ilmu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang ia beri judul Hada’iq al-Fushul wa Jawahir al-Ushul.
Kitab itu lalu dihadiahkan oleh pengarangnya kepada Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Shalahuddin lantas memerintahkan kepada semua madrasah untuk mengajarkan kitab tersebut. Sebab itu, kitab itu kemudian terkenal dengan sebutan al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah.
Di antara yang tertulis dalam kitab tersebut adalah beberapa bait berikut ini: “Sang Pencipta Alam tidak diliputi tempat, Allah Mahasuci dari penyerupaan terhadap makhluk Allah ada sebelum adanya tempat, dan Dia sekarang tetap seperti sedia kala, ada tanpa tempat
Mahasuci Allah dari tempat, dan Dia Mahasuci dari peredaran masa Sungguh telah melampaui batas, orang yang mengkhususkan-Nya di arah atas”